fbpx

Langkah Hukum Jika Perusahaan Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Sebagai langkah awal, Anda dapat meminta hak yang Anda miliki kepada pengusaha secara kekeluargaan atau yang dikenal dengan perundingan secara bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, yang diatur di Pasal 3 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Jangka waktu bipartit harus diselesaikan paling lama 30 hari sejak diadakannya perundingan bipartit.

Apabila salah satu pihak menolak untuk berunding, atau tidak sepakat maka perundingan bipartit dianggal gagal. Perundingan bipartit yang gagal tersebut dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya perundingan bipartit telah dilakukan Apabila penyelesaian secara bipartit tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral, salah satu penyelesaian yang dilakukan melalui mediasi adalah masalah perselisihan hak.

Mediasi

Penyelesaian perselisihan melalui mediasi ini diatur dalam Pasal 8 sampai Pasal 16 UU PPHI. Mediasi dipimpin oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. Kadang menggunakan nomenklatur sukudinas ketenagakerjaan (sudinaker).

Mengenai ruang lingkup perselisihan, mediasi tergolong sebagai lembaga alternatif yang lebih istimewa ketimbang konsiliasi dan arbitrase. Betapa tidak. Dari empat jenis perselisihan hubungan industrial, tidak ada satu pun yang lepas dari jangkauan ruang lingkup mediasi.

Keistimewaan lain mediasi terlihat dari bunyi Pasal 4 Ayat (4). Pasal itu merumuskan, dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu tujuh hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.  Artinya, tanpa susah payah, mediator pasti akan kebagian mengurusi kasus perselisihan hubungan industrial.

Dalam menjalankan tugasnya, mediator harus mengupayakan agar tercapai kesepakatan di antara pihak yang bertikai. Jika terwujud, maka kesepakatan perdamaian itu dituangkan dalam sebuah perjanjian bersama. Si mediator tentunya ikut menandatangani perjanjian itu dalam kapasitasnya sebagai saksi. Lebih lanjut perjanjian itu kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Namun dalam praktik, upaya mediator mendamaikan para pihak lebih sering menemui kegagalan. Jika demikian, maka mediator akan mengeluarkan sebuah anjuran tertulis yang isinya meminta agar salah satu pihak melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu.

Apabila tidak ada keberatan dari para pihak atas anjuran tertulis, maka para pihak harus menuangkan kesepakatannya kedalam perjanjian bersama. Lagi-lagi perjanjian bersama itu harus didaftarkan ke PHI. Tapi jika para pihak merasa tidak puas dengan anjuran tertulis, para pihak menyelesaikan perselisihannya ke PHI.

Konsiliasi

Jika lembaga mediasi boleh menangani semua jenis perselisihan hubungan industrial, tidak demikian dengan konsiliasi. Sesuai dengan Pasal 1 angka 13 UU PPHI, konsiliasi hanya berwenang menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja. Artinya, konsiliasi tidak berwenang atas perselisihan hak.

Seorang konsiliator baru bisa bertindak untuk menangani perkara ketika ada permintaan tertulis dari para pihak. Tentu saja permintaan tertulis itu baru ada setelah kedua belah pihak menyepakati siapa konsiliator yang dipilih. Dalam menjalankan tugasnya, konsiliator yang nota bene adalah pihak swasta yang independen, dapat memanggil saksi atau ahli dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya.

Sama halnya dengan mediator, konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis jika tidak tercapai perdamaian di antara kedua belah pihak. Sebaliknya, jika perdamaian tercapai, maka konsiliator bersama dengan para pihak dapat menandatangani perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan ke PHI.

Arbitrase

Ruang lingkup arbitrase dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial lebih sempit ketimbang yang lain. Arbitrase hanya berwenang menangani perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Sama halnya dengan konsiliasi, arbitrase baru bisa ditempuh ketika para yang pihak berselisih sudah menuangkan kesepakatan tertulis. Kesepakatan itu tercantum dalam perjanjian arbitrase yang berisikan nama lengkap dan alamat para pihak yang berselisih, pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan, jumlah arbiter yang disepakati, pernyataan tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase serta tanggal, tempat dan tanda tangan para pihak.

Prosedur untuk berperkara lewat arbitrase tidak cukup berhenti di situ. Para pihak masih harus membuat sebuah perjanjian tertulis lain, yaitu perjanjian penunjukan arbiter. Di sini para pihak diberi opsi antara menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter. Dalam perjanjian penunjukan arbiter ini, salah satu yang dibahas adalah biaya arbitrase dan honorarium arbiter.

Sebelum memulai persidangan arbitrase, biasanya arbiter berupaya mendamaikan para pihak. Jika berhasil, maka akan dibuatkan perjanjian bersama yang didaftarkan ke PHI. Sebaliknya, jika upaya mendamaikan gagal, persidangan arbitrase dilanjutkan dengan pemanggilan para saksi. Produk dari persidangan arbitrase ini adalah putusan arbitrase yang sifatnya final dan mengikat. Bahkan putusan arbitrase ini juga dilengkapi dengan irah-irah lazimnya putusan pengadilan yang berbunyi ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa’. 

Selintas, terlihat bahwa ternyata banyak jalan menuju perdamaian yang bisa ditempuh oleh para pelaku hubungan industrial. Tapi, bagaimana praktiknya?

Sebenarnya, istilah mediasi, konsiliasi maupun arbitrase bukan hanya ‘milik’ perkara perdata bisnis atau komersil. Ketiga istilah itu juga dapat dijumpai dalam perkara ketenagakerjaan atau lazim dikenal sebagai perkara perselisihan hubungan industrial.

Adalah Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) yang menjadi dasar hukum keberadaan tiga lembaga alternatif penyelesaian sengketa itu. Ketiga lembaga ini baru bisa dipakai jika perundingan langsung antara pekerja dan pengusaha alias perundingan secara bipartit menemui jalan buntu.

Meski sama-sama diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara secara damai, UU PPHI mengatur sedemikian rupa sehingga tidak semua jenis perselisihan hubungan industrial bisa diselesaikan melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrase.

Seperti diketahui, rezim hukum perburuhan membagi jenis perselisihan hubungan industrial ke dalam empat kategori, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Perselisihan hak diartikan sebagai perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja (PK), perjanjian kerja bersama (PKB) atau peraturan perusahaan (PP).

Sementara perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang muncul dalam hubungan kerja akibat tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam PK, PKB atau PP.

Perselisihan PHK timbul manakala terjadi silang pendapat antara pekerja maupun pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

Jenis perselisihan lain adalah perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. Perselisihan ini muncul manakala terjadi kesalahpahaman mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Mediasi

Penyelesaian perselisihan melalui mediasi ini diatur dalam Pasal 8 sampai Pasal 16 UU PPHI. Mediasi dipimpin oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. Kadang menggunakan nomenklatur sukudinas ketenagakerjaan (sudinaker).

Mengenai ruang lingkup perselisihan, mediasi tergolong sebagai lembaga alternatif yang lebih istimewa ketimbang konsiliasi dan arbitrase. Betapa tidak. Dari empat jenis perselisihan hubungan industrial, tidak ada satu pun yang lepas dari jangkauan ruang lingkup mediasi.

Keistimewaan lain mediasi terlihat dari bunyi Pasal 4 Ayat (4). Pasal itu merumuskan, dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu tujuh hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.  Artinya, tanpa susah payah, mediator pasti akan kebagian mengurusi kasus perselisihan hubungan industrial.

Dalam menjalankan tugasnya, mediator harus mengupayakan agar tercapai kesepakatan di antara pihak yang bertikai. Jika terwujud, maka kesepakatan perdamaian itu dituangkan dalam sebuah perjanjian bersama. Si mediator tentunya ikut menandatangani perjanjian itu dalam kapasitasnya sebagai saksi. Lebih lanjut perjanjian itu kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Namun dalam praktik, upaya mediator mendamaikan para pihak lebih sering menemui kegagalan. Jika demikian, maka mediator akan mengeluarkan sebuah anjuran tertulis yang isinya meminta agar salah satu pihak melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu.

Apabila tidak ada keberatan dari para pihak atas anjuran tertulis, maka para pihak harus menuangkan kesepakatannya kedalam perjanjian bersama. Lagi-lagi perjanjian bersama itu harus didaftarkan ke PHI. Tapi jika para pihak merasa tidak puas dengan anjuran tertulis, para pihak menyelesaikan perselisihannya ke PHI.

Konsiliasi

Jika lembaga mediasi boleh menangani semua jenis perselisihan hubungan industrial, tidak demikian dengan konsiliasi. Sesuai dengan Pasal 1 angka 13 UU PPHI, konsiliasi hanya berwenang menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja. Artinya, konsiliasi tidak berwenang atas perselisihan hak.

Seorang konsiliator baru bisa bertindak untuk menangani perkara ketika ada permintaan tertulis dari para pihak. Tentu saja permintaan tertulis itu baru ada setelah kedua belah pihak menyepakati siapa konsiliator yang dipilih. Dalam menjalankan tugasnya, konsiliator yang nota bene adalah pihak swasta yang independen, dapat memanggil saksi atau ahli dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya.

Sama halnya dengan mediator, konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis jika tidak tercapai perdamaian di antara kedua belah pihak. Sebaliknya, jika perdamaian tercapai, maka konsiliator bersama dengan para pihak dapat menandatangani perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan ke PHI.

Arbitrase

Ruang lingkup arbitrase dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial lebih sempit ketimbang yang lain. Arbitrase hanya berwenang menangani perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Sama halnya dengan konsiliasi, arbitrase baru bisa ditempuh ketika para yang pihak berselisih sudah menuangkan kesepakatan tertulis. Kesepakatan itu tercantum dalam perjanjian arbitrase yang berisikan nama lengkap dan alamat para pihak yang berselisih, pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan, jumlah arbiter yang disepakati, pernyataan tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase serta tanggal, tempat dan tanda tangan para pihak.

Prosedur untuk berperkara lewat arbitrase tidak cukup berhenti di situ. Para pihak masih harus membuat sebuah perjanjian tertulis lain, yaitu perjanjian penunjukan arbiter. Di sini para pihak diberi opsi antara menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter. Dalam perjanjian penunjukan arbiter ini, salah satu yang dibahas adalah biaya arbitrase dan honorarium arbiter.

Sebelum memulai persidangan arbitrase, biasanya arbiter berupaya mendamaikan para pihak. Jika berhasil, maka akan dibuatkan perjanjian bersama yang didaftarkan ke PHI. Sebaliknya, jika upaya mendamaikan gagal, persidangan arbitrase dilanjutkan dengan pemanggilan para saksi. Produk dari persidangan arbitrase ini adalah putusan arbitrase yang sifatnya final dan mengikat. Bahkan putusan arbitrase ini juga dilengkapi dengan irah-irah lazimnya putusan pengadilan yang berbunyi ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa’. 

Dan apabila hal tersebut diatas tidak tercapai, maka maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Berita Terbaru “Firma Hukum Dr. iur. Liona N. Supriatna, SH, M.Hum. – Andri Marpaung, SH & Rekan ”:

  1. KABAR GEMBIRA TELAH DIBUKA: PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA) ANGKATAN IX ANGKATAN 2020 DPC PERADI BANDUNG BEKERJASAMA DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
  2. Nikson Kennedy Marpaung, S.H, M.H, CLA
  3. LIDOIWANTO SIMBOLON, SH
  4. Priston Tampubolon, S.H
  5. INILAH DAFTAR ALAMAT DPC PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI) SELURUH INDONESIA
  6. SEJARAH HUKUM PIDANA INDONESIA
  7. Inilah Biografi Lengkap 7 Presiden Republik Indonesia Dari Dari Indonesia Merdeka Hingga Saat Ini
  8. Kabar Gembira, Ayo Ikuti Webinar Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Bandung
  9. Ulasan Lengkap Tentang Dasar Hukum Pengangguhan Penahanan
  10. Profil Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan
  11. Perlindungan Hak Asasi Manusia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Intelijen Republik Indonesia
  12. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Bagi Tenaga Kerja Indonesia Di Negara Penerima Kerja
  13. Bagaimana Cara Mendirikan PT (Persero)
  14. Ketentuan-Ketentuan Hukum Dalam Bahasa Inggris
  15. Sejarah KUHP Di Indonesia
  16. TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN
  17. TUJUAN HUKUM PIDANA
  18. MACAM-MACAM SANKSI PIDANA DAN PENJELASANNYA
  19. MENGENAL BUDAYA BATAK, DALIHAN NA TOLU DAN PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PERKAWINANNYA
  20. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
  21. ADVOKAT ADALAH PENEGAK HUKUM, APA KATA HUKUM ???
  22. APA SAJA HAK – HAK ANDA DAN APA SAJA MEMBERI HUKUM YANG DILALUI KETIKA MENGHADAPI MASALAH HUKUM DALAM PERKARA PIDANA BAIK DI KEPOLISAN, KEJAKSAAN, PENGADILAN NEGERI, PENGADILAN TINGGI DAN MAHKAMAH AGUNG
  23. BIDANG PERLINDUNGAN & PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT DPC PERADI BANDUNG
  24. Rekomendasi Objek Wisata Terbaik Di Provinsi Jawa Barat
  25. Profil Purnawirawan Walikota TNI AD Muhammad Saleh Karaeng Sila
  26. Dampak Covid-19 Bagi Perusahaan Dan Imbasnya Bagi Karyawan
  27. Penasaran, Apa Sih Arti Normal Baru Dalam Pandemi Copid-19
  28. Info Kantor Hukum Kota Bandung & Cimahi
  29. TUJUAN PEMIDANAAN DAN TEROI-TEORI PEMINDANAAN
  30. TEORI-TEORI PEMIDANAAN
  31. Informasi Daftar Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Seluruh Indonesia
  32. 8 Pengacara Batak Paling Terkenal di Indonesia Yang Bisa Dijadikan Inspirasi
  33. Dafar Nama Perusahaan Di Kota Bandung
  34. DAFTAR PUSAT BANTUAN HUKUM PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA SELURUH INDONESIA
  35. Daftar Kantor Pengacara Di Bandung
  36. Daftar Nama dan Alamat Perusahaan BUMN di Bandung dan Jakarta
  37. Bagaimana Proses dan Perbaikan Penyelesaian Perkara Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian?
  38. Upaya Hukum Terhadap Sertifikat Yang Tidak Dapat Diserahkan Bank atau pengembang Kepada Pemegang Cessie Yang Baru.
  39. Bagaimana Cara Pengajuan Penundaan Pembayaran dan Keringanan Hutang Ditengah Pandemi Covid-19
  40. Cara dan Prosedur Melaporkan Tindak Pidana Di Kepolisian
  41. Apakah Suatu Ketentuan Hukum Boleh Bertentangan Dengan Hukum Diatasnya? Bagaimana Jenis Dan Hierarki Peraturan Perundang-Undang Di Indonesia?
  42. RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Harus Lindungi Hak-Hak Pekerja / Buruh
  43. Apa Syarat Agar Dapat Diterima Perusahaan Pailit?
  44. Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
  45. SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
  46. Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
  47. Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
  48. Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
  49. Cara meminta Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
  50. Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *