fbpx

Bagaimana Proses dan Mekanisme Penyelesaian Perkara Pidana Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian ?

Andri Marpaung SH
Web: www.lawyerscubs.com

Baca Juga: Pasca Putusan Mahkamah Konsitusi (MK), Perusahaan Leasing Tidak Bisa Melakukan Eksekusi Jaminan Fidusia, Akan Tetapi Harus Melalui Jalur Hukum Ke Pengadilan

Pertanyaan : Salam Keadilan !!!!!, perkenalkan saya Husein Didu Luhut  tinggal di Jakarta Pusat ingin bertanya Bagaimana Proses dan Mekanisme Penyelesaian Perkara Pidana Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian ?. Mohon penjelasannya Pak, terimakasih. Lihat Tim Kami Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners

Pembahasan: Terimakasih atas pertanyaan Bapak Husein Didu Luhut, pada kesempatan ini saya Andri Marpaung SH akan menjawab pertanyaan bapak, tepai sebelumnya perlu saya jelaskan, yaitu sebagai berikut. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, angka2, angka 4, dan angka 5 KUHAP memberikan pengertian mengenai penyidik, penyidikan, penyelidik, dan penyelidikan sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1 KUHAP

“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”

Pasal 1 angka 2 KUHAP

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Pasal 1 angka 4 KUHAP

“Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.”

Pasal 1 angka 5 KUHAP

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Baca Juga: Anda Harus Ketahui Ini Ketika Terjadi Penangkapan Yang Dilakukan Polisi

Menurut M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.

Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan.

Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. Baca Juga: TANPA PERSETUJUAN SALAH SATU AHLI WARIS, JUAL BELI HARTA WARISAN TIDAK SAH/BATAL

Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan mulai dilakukan setelah diketahui atau diduga telah terjadi suatu tindak pidana berdasarkan laporan, pengaduan, dan informasi dari masyarakat. Baik laporan ataupun pengaduan serta informasi dari masyarakat yang diterima penyelidik atau penyidik merupakan bahan yang masih mentah dan perlu diadakan penelitian dan penyaringan. Setelah laporan diterima, petugas kepolisian segera mengambil tindakan yaitu dengan mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Tindakan tersebut dilakukan untuk mencari keterangan-keterangan dan bukti guna menentukan suatu peristiwa yang dilaporkan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan tindak pidana, melengkapi keterangan dan bukti-bukti yang diperoleh agar menjadi jelas sebelum dilakukan tindakan selanjutnya dan juga sebagai persiapan pelaksanaan penindakan dan atau pemeriksaan. Menurut Kanit Reskrim Polisi Sektor Lima Puluh bahwasanya penyidikan tindak pidana berawal dari terjadinya suatu peristiwa yang diketahui atau disampaikannya, melalui adanya:

1. Informasi.

2. Laporan atau Laporan Polisi.

3. Pengaduan.

4. Keadaan tertangkap tangan.

Tertangkap tangan, menurut Pasal 1 angka 19 KUHAP, adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau tengah melakukan tindak pidana dipergoki oleh orang lain, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan. 5. Penyerahan tersangka dan atau barang bukti dari masyarakat atau lembaga diluar polisi.

Setiap peristiwa yang diketahui, dilaporkan, diadukan kepada polri atau penyidik belum pasti tindak pidana, untuk itu diperlukan proses penyelidikan yang menentukan apakah peristiwa tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Apabila merupakan tindak pidana, penyidik sesuai dengan kewajibannya memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pe melakukan penyidikan dan secara bersamaan nyidikan menurut cara yang ditentukan dalam KUHAP. Sebaliknya apabila bukan tindak pidana, maka penyidik tidak mempunyai kewajiban hukum/ KUHAP tidak memberi kewenangan untuk bertindak selaku penyidik.

Untuk memulai penyidikan tindak pidana, maka dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap orang, maupun benda ataupun barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi. Tindakan-tindakan dalam suatu penyidikan antara lain:

1. Penangkapan

Untuk memperlancar proses pelaksanaan penyidikan tindak pidana, maka perlu dilakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dasar dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan tersebut adalah:

1) Pasal 5 ayat (1) b angka 1, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 37 KUHAP. 2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Setelah penangkapan dilakukan, segera dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui perlu diadakannya suatu penahanan terhadap tersangka atau tidak, mengingat jangka waktu penangkapan yang diberikan oleh undang-undang hanya 1 x 24 jam, selain itu juga setelah penangkapan dilakukan, diberikan salinan surat perintah penangkapan terhadap tersangka dan keluarganya, sesudah itu dibuat berita acara penangkapan yang berisi pelaksanaan penangkapan yang ditandatangani oleh tersangka dan penyidik yang melakukan penangkapan.

2. Penahanan

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah berwenang untuk melakukan penahanan atas bukti permulaan yang cukup bahwa tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan. Penahanan dilakukan dengan pertimbangan bahwa tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana yang telah dilakukannya. Dasar dikeluarkannya surat perintah penahanan tersebut adalah:

1) Pasal 17 ayat (1) huruf d, Pasal 11, Pasal 20, Pasal21, Pasal 22, Pasal 24 ayat (1) KUHAP.

2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan keterangan atau kejelasan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan dan peranan seseorang maupun Pemeriksaan (BAP).

4. Penggeledahan

Pertimbangan penggeledahan dan pembuatan surat perintah penggeledahan adalah laporan polisi, hasil pemeriksaan tersangka dan atau saksi-saksi dan laporan hasil penyelidikan yang dibuat oleh petugas atas perintah penyidik atau penyidik pembantu. Yang berwenang mengeluarkan surat perintah penggeledahan adalah kepala kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik atau penyidik pembantu. Baca Juga: Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata

Sasaran penggeledahan adalah rumah dan tempat-tempat tertutup, pakaian serta badan. Penggeledahan rumah dilakukan dengan surat perintah penggeledahan setelah mendapat surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak tidak memerlukan izin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Negeri.

Dalam hal tertangkap tangan penggeledahan dilakukan tanpa surat perintah penggeledahan maupun surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Adapun dasar penggeledahan sebagai berikut:

1) Pasal 1 butir 17, Pasal 5 ayat (1) angka 1, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 11, Pasal 33, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 KUHAP.

2) Permintaan dari penyidik.

3) Surat izin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri.

5. Penyitaan

Perkembangan penyitaan dan pembuatan surat perintah penyitaan adalah laporan polisi, hasil pemeriksaan, laporan hasil penyelidikan yang dibuat oleh petugas atas perintah penyidik atau penyidik pembantu dan hasil penggeledahan. Yang mempunyai wewenang mengeluarkan surat perintah penyitaan adalah Kepala Kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik atau penyidik pembantu. Penyitaan dilakukan dengan surat perintah penyitaan setelah mendapat izin dan izin khusus dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Benda-benda yang dapat disita antara lain:

1) Benda atau tagihan tersangka bila seluruh atau sebagian diduga di peroleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

2) Benda yang digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.

3) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan suatu tindak pidana. Adapun dasar penyitaan adalah sebagai berikut:

1) Pasal 5 ayat (1) huruf I angka 1, Pasal 7 ayat (10) huruf d, Pasal 11, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 44, Pasal 128, Pasal 129, Pasal 130, Pasal 131 KUHAP.

2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Apabila penyidik telah selesai maka penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum yang merupakan penyerahan pada tahap pertama yaitu hanya berkas perkaranya saja (Pasal 8 ayat (3) sub a dan Pasal 110 ayat (1) KUHAP). Baca Juga: Cara Membatalkan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)

Jika dalam empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan (karena sesuai dengan Pasal 138 ayat (1) KUHAP dalam waktu tujuh hari penuntut umum wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu telah lengkap atau belum) tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik, maka penyidikan dianggap telah selesai (Pasal 110 ayat (4) KUHAP).

Tetapi apabila penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan tersebut masih kurang lengkap. Penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk tadi dan dalam waktu empat belas hari sesudah tanggal penerimaan kembali berkas tersebut penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum (Pasal 110 ayat (2) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP). Dalam hal ini dimana penyidikan sudah dianggap selesai, maka penyidk menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) sub b).

Dengan mengetahui proses dan mekanisme penyelesaian suatu perkara pidana dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan di Kepolisian, terlebih dahulu mengerti alur dan prosedur yang seharusnya secara hukum.

Sehingga apabila pada suatu perkara dijumpai hal-hal atau keadaan yang tidak sesuai maka kita dapat melakukan protes sebagai sanggahan kepada aparat penegak hukum yang melalaikan kewajibannya. Sebagai penegak hukum untuk menegakkan keadilan bagi pencari keadilan.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :  Bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

Maka segala tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum haruslah berdasarkan hukum dan dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP“).

Pasal 1 ayat (5) KUHAP yang dimaksud dengan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai perbuatan pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan meurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 1 ayat (2) KUHAP yang dimaksud dengan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang perbuatan pidana yang terjadi, guna menemukan tersangkanya.

Dimulainya Penyidikan dalam hal penyidik telah memulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang diduga merupakan perbuatan pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Jaksa Penuntut Umum (Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP) Pemberitahuan dimulainya penyidikan dilakukan dengan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), yang dilampiri : 

1)    Laporan polisi, terkait dengan tempat kejadian perkara;

2)    Resume Berita Acara Pemeriksaan saksi;

3)    Resume Berita Acara Pemeriksaan Tersangka;

4)    Berita acara penangkapan;

5)    Berita acara penahanan;

6)    Berita acara penggeledahan;

7)    Berita acara penyitaan.

Kegiatan-kegiatan Pokok dalam Penyidikan :

1.    Penyelidikan :

Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana, guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan;

2.    Pemeriksaan :

Kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan Tersangka dan atau saksi terhadap barang bukti, maupun unsur-unsur perbuatan pidana yang terjadi terhadap Tindak pidana yang terjadi sehingga peranan seseorang atau barang bukti dalam perbuatan pidana itu menjadi terang jelas siapa yang melakuakan suatu tindakan yang melanggar hukum dimaksud;

3.    Penindakan :

Setiap tindakan hukum yang dilakukan aparat hukum terhadap orang atau barang yang ada erat hubungannya dengan perbuatan tindak pidana yang terjadi, yang dapat berupa :

a.    Pemanggilan;

b.    Penangkapan;

c.    Penahanan;

d.    Penggeledahan;

e.    Penyitaan.

Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan Tersangka dan atau saksi atau barang bukti, maupun unsur-unsur perbuatan pidana yang terjadi, sehingga jelas peranan atau kedudukan seseorang atau barang bukti dalam perbuatan pidana yang terjadi menjadi jelas.

Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara merupakan kegiatan akhir dari penyidikan perbuatan pidana, meliputi :

1.    Pembuatan Resume Perkara

2.    Penyusunan isi Berkas perkara

3.    Pemberkasan.

Penahanan dan jangka waktu masa penahanan dalam penyidikan di kepolisian dan hak-hak seorang tersangka atau terdakwa saat penahanan.Penahanan

3. PENAHANAN

Menurut Pasal 1 ayat (21) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud dengan Penahanan adalah Penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Didalam KUHAP dijelaskan mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam melakukan suatu penahanan, yaitu:

   Unsur yuridis

   Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana Sebagai berikut:

a.    Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

b.    Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal ini sebagai berikut :

–        Pasal 282 ayat (3) tindak pidana kesusilaan atau pornografi,

–        Pasal 296 Tindak pidana prostitusi,

–        Pasal 335 ayat (1) tindak pidana paksaan,

–        Pasal 351 ayat (1) tindak pidana penganiayaan,

–        Pasal 353 ayat (1) tindak pidana penganiayaan yang di rencanakan terlebih dahulu,

–        Pasal 372,tindak pidana penggelapan,

–        Pasal 378, tindak pidana penipuan,

–        Pasal 379 a,tindak pidana penipuan dalam jual-beli,

–        Pasal 453,tindak pidana penghentian pekerjaan sebelum habis tempo perjanjian,

–        Pasal 454,tindak pidana desersi,

–        Pasal 455,tindak pidana melarikan diri dari pekerjaan berlayar,

–        Pasal 459, tindak pidana isubordinasi (germo),

–        Pasal 480, tindak pidana penadahan, dan

–        Pasal 506 tindak pidana souteneur,

–      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471),

–    Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-Undang Nomor:  8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor: 8), Tindak Pidana Imigrasi,

–        Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 UU Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086), Tindak Pidana Narkotika.

   Memenuhi syarat Pasal 21 ayat (1) KUHAP.

Terdapat dua unsur yang penting didalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang dapat dijadikan alasan penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa, yaitu Sebagai berikut:

a.  Adanya unsur “diduga keras” bahwa tersangka atau terdakwa telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup; dan

b.  Adanya unsur “kekhawatiran” bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Adapun bunyi dari  Pasal 21 ayat (1) KUHAP, adalah: “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”

Tujuan Penahanan

Tujuan dilakukannya penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa, menurut Pasal 20 ayat  (1),(2),(3), KUHAP, adalah Sebagai berikut:

  1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu berwenang untuk melakukan penahanan.
  2. Untuk kepentingan penuntutan, Penuntut Umum bewenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
  3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan, dengan penetapanya berwenang melakukan penahanan.

Jenis Penahanan

Ada 3 (tiga) jenis penahanan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) KUHAP, yaitu dapat berupa:

1.    Penahanan rumah tahanan negara;

2.    Penahanan rumah.

Dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya;

3.    Penahanan kota.

Dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban melapor diri pada waktu yang ditentukan.

Jangka Waktu Penahanan

Jangka waktu penahanan baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, diatur dalam Pasal 24 KUHAP sampai dengan Pasal 29 KUHAP, dengan perincian sebagai berikut:

Pada tingkat penyidikan Pasal 24 KUHAP :

  1. Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
  2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 1, apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.
  3. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
  4. Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

Pihak yang Berwenang Melakukan Penahanan  adalah Penyidik, dapat diperpanjang oleh penuntut umum  Jangka waktu masksimal penahanan  20 hari dan Perpanjangan Jangka Waktu Penahanan 40 hari.

Pada tingkat Penuntutan Pasal 25  KUHAP :

1)       Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.

2)       Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 1 apabila diperlukan guna kepantingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.

3)       Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

4)       Setelah waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

Pihak yang Berwenang Melakukan Penahanan  adalah  Penuntut umum, dapat diperpanjang oleh ketua Pengadilan Negeri Jangka waktu masksimal penahanan  20 hari dan Perpanjangan Jangka Waktu Penahanan 30 hari.

Pada tingkat Pemeriksaan di Pengadilan Negeri  Pasal 26 KUHAP:

1)       Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengekuarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.

2)       Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 1, apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.

3)       Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan ayat 2, tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

4)       Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa sudah harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Pihak yang Berwenang Melakukan Penahanan  adalah  Hakim pengadilan negeri, dapat diperpanjang oleh oleh ketua Pengadilan Negeri Jangka waktu masksimal penahanan  30 hari dan Perpanjangan Jangka Waktu Penahanan 60 hari

Pemeriksaan di Pengadilan Tinggi Pasal 27 KUHAP:

1)       Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 87, guna kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.

2)       Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 1 apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.

3)       Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

4)       Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Pihak yang Berwenang Melakukan Penahanan  adalah  Hakim pengadilan tinggi, dapat diperpanjang oleh ketua Pengadilan Tinggi Jangka waktu masksimal penahanan  30 hari dan Perpanjangan Jangka Waktu Penahanan 60 hari

Pemeriksaan di Pengadilan Tingkat Kasasi Pasal 28 KUHAP:

1)       Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 88, guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama lima puluh hari.

2)       Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 1 apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari.

3)       Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

4)       Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa sudah harua dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Pihak yang Berwenang Melakukan Penahanan  adalah  Hakim Mahkamah Agung, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung Jangka waktu masksimal penahanan  50 hari dan Perpanjangan Jangka Waktu Penahanan 60 hari.

Di samping itu, dalam Pasal 29 KUHAP juga diatur ketentuan mengenai pengecualian jangka waktu penahanan, hal mana dimungkinkannya perpanjangan penahanan dengan waktu maksimal 60 hari di setiap tingkatan, yaitu dalam hal tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, atau perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 (sembilan) tahun atau lebih.

jika jangka waktu sebagaimana yang sebut di atas sudah terlewati, hal tersebut bukan berarti tersangka bebas dari hukum. Akan tetapi, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum (Pasal 24 ayat (4) KUHAP).

Penangguhan Penahanan

Perlu diketahui bahwa penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi :

Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”

Untuk memahami soal wajib lapor, penjelasan Pasal 31 KUHAP yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan syarat yang ditentukan ialah wajib lapor/tidak keluar rumah atau kota, masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk masa status tahanan.

Bbahwa dengan adanya penangguhan penahanan, seorang tersangka atau terdakwa dikeluarkan dari tahanan pada saat masa tahanan yang sah dan resmi sedang berjalan. Dengan kata lain, dalam penangguhan, suatu penahanan masih sah dan resmi serta masih berada dalam batas waktu penahanan yang dibenarkan undang-undang. Namun, pelaksanaan penahanan dihentikan dengan jalan mengeluarkan tahanan setelah instansi yang menahan menetapkan syarat-syarat penangguhan yang harus dipenuhi oleh tahanan atau orang lain yang bertindak menjamin penangguhan. Tentunya penangguhan ini akan diikuti dengan keharusan wajib lapor oleh tersangka selama dalam masa penahanan pada suatu instansi tersebut berlangsung.

Menurut pendapat Yahya Harahap, kewenangan menangguhkan penahanan dengan sendirinya tanggal (lepas) apabila tahanan sudah beralih menjadi tanggung jawab yuridis ke instansi yang lain. Penyidik hanya berwenang menangguhkan penahanan, selama tahanan berada dalam tanggung jawab yuridisnya. Jika tanggung jawab yuridis atas penahanan sudah beralih ke tangan penuntut umum, tanggal kewenangan penyidik, terhitung sejak saat terjadi peralihan penahanan kepada instansi penuntut umum, dan seterusnya.
Hak-Hak Tersangka

Seorang tersangka atau terdakwa mempunyai beberapa hak pada saat dilakukan penahanan terhadap dirinya yang dijamin oleh hukum, yaitu berupa :

  1. Hak menerima dan membaca Surat Perintah Penahanan atau Penetapan Hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan (Pasal 21 ayat (2) KUHAP);
  2. Hak untuk dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap, sesuai asas hukum praduga tak bersalah (Penjelasan Umum butir 3 huruf c KUHAP dan Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman);
  3. Hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum/Advokat setiap waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 dan Pasal 55 KUHAP);
  4. Hak untuk mengajukan permintaan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan (Pasal 31 ayat (1) KUHAP);
  5. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58 KUHAP);
  6. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak keluarga atau lainnya guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum (Pasal 60 KUHAP);
  7. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan (Pasal 63 KUHAP).

Upaya Hukum terhadap Penahanan

Selain hak untuk meminta penangguhan penahanan terhadap dirinya, baik dengan jaminan uang ataupun jaminan orang, sebagaimana telah dijelaskan diatas, tersangka atau terdakwa juga dapat melakukan suatu upaya hukum mengenai tindakan penahanan terhadap dirinya.

Upaya hukum yang dimungkinkan oleh KUHAP adalah mengajukan Permohonan Praperadilan (atau yang sering disebut juga dengan gugatan praperadilan), sebagaimana diatur dalam Pasal 1 (10) Jo. Pasal 77 jo. Pasal 79 KUHAP).

Pasal 77 KUHAP berbunyi:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

Pasal 79 KUHAP berbunyi:Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.”
Alasan-Alasan Membuat Tersangka Bebas Dari Hukum

Yang dapat membuat tersangka bebas dari hukum adalah apabila dihentikan penyidikan atas tersangka. Pasal 109 ayat (2) KUHAP : Dalam hal penyidik menghentikan pentidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum , tersangka  atau keluarganya.

Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu:

  1. Tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.
  2. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana.
  3. Penghentian penyidikan demi hukum. Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.

Pelimpahan dan/atau Penyerahan Berkas Perkara Ke Penuntut Umum:

Tahap Pertama : Penyidik menyerahkan berkas perkara.

Tahap Kedua    : Dalam hal penyidikan sudah dinyatakan lengkap (P.21), penyidik menyerahkan tanggung  jawab atas Tersangka dan barang bukti.

 Hukum Pidana: Penahanan Seorang Tersangka atau Terdakwa

Menurut hukum, seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa dalam suatu perkara tindak pidana, boleh dilakukan penahanan terhadap dirinya. Akan tetapi penahanan tersebut tetap harus mengacu kepada prosedur hukum yang berlaku. Terimakasih. Baca Juga: Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah ?

Andri Marpaung SH

Designation

Click here to change this text. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

2 thoughts on “Bagaimana Proses dan Mekanisme Penyelesaian Perkara Pidana Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian ?”

  1. KETERANGSNNYA SANGAT MANTAP. KARENA TELAH
    MEMBUKA CAKRAWALA KAMI SEBAGAI ORANG
    AWAM YANG SANGAT BERKEINGINAN AGAR PENYIDIK
    ATAU PENYELIDIK BENAR-BENAR MELAKUKAN TIN
    DAKANNYA SESUAI DENGAN YANG DITENTUKAN OLEH ATURAN.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *