fbpx

Perlindungan Hak Asasi Manusia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Intelijen Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Kehidupan yang mencuat dewasa ini, terutama bagi kehidupan bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia, Penegakan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu issu penting dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Namun masih banyak pelanggaran HAM di Indonesia yang belum terselesaikan dengan baik, banyak pihak yang masih ragu-ragu akan penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi penegakan HAM di Indonesia, dan faktor penyebab kurang ditegakannya HAM di Indonesia.

Persoalan hak asasi manusia berkaitan langsung dengan eksistensi martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya, konsep hak-hak asasi manusia harus dimaknai sebagai sebuah potensi yang dimiliki oleh manusia secara kodrati yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai hak dasar, pokok, dan asasi yang melekat bersama dengan kelahiran manusia di dunia. John Locke menyebut hak-hak asasi itu meliputi hak hidup, hak milik, dan hak merdeka. Dari hak-hak asasi tersebut, kemudian berkembang menjadi hak-hak lain seperti hak berbicara, hak beragama, hak berusaha, hak berbudaya, hak politik, hak sama dalam hukum, dan sebagainya.

 Sekalipun demikian, tidak semua orang (bahkan pnguasa negara) menyadari akan martabat kemanusiaan tadi baik pengakuan maupun perlakuannya. Kenyataan yang ada dalam kehidupan, pengakuan terhadap martabat manusia lebih gampang dari pada perlakuannya. Karena itu, persoalan yang hendak dipecahkan sekarang adalah bagaimana memperlakukan hak-hak asasi manusia itu secara konkret (dalam kehidupan nyata) sesuai dengan martabat kemanusiaannya.

B. Rumusan Masalah

1.   Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

2. Program penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)

3. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)  dikaitkan dengan Undang-Undang Intelijen.

BAB II PEMBAHASAN

2.1   Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati  sebagai anugerah dari Tuhan, mencangkup hak hidup, hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu. Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi. Hak asasi manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatu yang mendasar, fundamental dan penting. Oleh karena itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa hak asasi manusia itu adalah “kekuasaan dan keamanan” yang dimiliki oleh setiap individu dan wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara  hukum, Pemerintahan, dan setiap  orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 menyatakna bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

2. 2 Pengertian Hak Asasi Manusia menurut beberapa ahli yaitu:

1). Miriam Budiardjo

Pengertian hak asasi manusia adalah sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.

2). Oemar Seno Adji

Hal Asasi Manusia menurut Oemar Seno Adji adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area.

3). Franz Magnis- Suseno

Pengertian Hak Asasi Manusia menurut Franz Magnis- Suseno adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat.

  1. de Rover
  2. de Rover mengartikan HAM sebagai hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hakhak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar, tetapi tidak pernah dapat dihapuskan.

4). David Beetham dan Kevin Boyle

Pengertian HAM menurut David Beetham dan Kevin Boyle, HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia.

5). Austin-Ranney

Austin-Ranney menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah1.

Hak asasi merupakan hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional di banyak negara di dunia.Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Hak asasi manusia bersifat universal dan abadi.

2.3  Pengertian Intelijen

Intelijen merupakan salah satu instrumen penting bagi penyelenggaraan kekuasaan negara. Intelijen juga merupakan produk yang dihasilkan dari proses pengumpulan, perangkaian, evaluasi, analisis, integrasi, dan interpretasi dari seluruh informasi yang berhasil didapatkan terkait dengan isu keamanan nasional. Dengan kata lain, Intelijen merupakan sari dari pengetahuan yang mencoba membuat prediksi dengan menganalis dan mensintesis aliran informasi terkini, serta menyediakan bagi para pembuat keputusan berbagai proyeksi latar belakang serta tindakan alternatif yang dapat dijadikan ukuran dari kebijakan dan tindakan yang akan dibuat. Sebagai bagian dari sistem keamanan nasional, intelijen berperan sebagai sistem peringatan dini dan sistem strategis untuk mencegah terjadinya pendadakan strategis yang mengancam keamanannegara.

Sesuai dengan konsep idealnya, intelijen negara dapat dibedakan menjadi dua pengertian: sebagai fungsi dan sebagai organisasi. Intelijen sebagai fungsi, pada hakekatnya terpusat pada sistem peringatan dini (early warning system) di mana tugas intelijen adalah untuk mengumpulkan, menganalisa, dan memberikan informasi yang diperlukan kepada pembuatkebijakan yang terbaik untuk mencapai tujuan1. Sementara, sebagai sebuah organisasi, institusi intelijen tidak jauh berbeda dengan institusi negara lainnya. Intelijen memiliki tempat di dalam struktur ketatanegaraan, lengkap dengan personel dan hubungan antar institusinya. Karakteristik dasar intelijen dalam aktivitasnya rentan bertentangan dengan prinsip dasar penadbiran. Hal ini terjadi karena intelijen pada dasarnya berkaitan erat dengan prinsip- prinsip kerahasiaan, yang berlawanan dengan prinsip penadbiran yang mensyaratkan transparansi dan keterbukaan

Intelijen sendiri diatur dalam UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, yang bertujuan mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional.

Berdasarkan UU Intelijen Negara, bahwa kedudukan Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai koordinator penyelengara sistem intelijen negara merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional, yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan melakukan aktivitas intelijen berdasarkan peraturan perundang-undangan. Keberadaan dan penyelenggaraan sistem keamanan nasional berkaitan erat dengan sistem intelijen negara, yang terdiri atas komunitas intelijen negara,penyelenggaraintelijen kemanan, penyelenggara intelijen militer, penyelenggara intelijen kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian2. Terkait dengan peranan BIN tersebut, pada Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dinyatakan :

“Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional.”

Dalam rangka menjalankan fungsi koordinasi tersebut, dalam Pasal 28 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dinyatakan: “Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi koordinasi Intelijen Negara.”

2.4 Kedudukan Badan Intelijen Negara (BIN)

Berdasarkan Peraturan Presiden No 34 Tahun 2010 menyebutkan BIN adalah lembaga pemerintah non Departemen, dipimpin oleh kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.

a.         Fungsi Badan Intelijen Negara (BIN)

Badan Intelijen Negara (BIN) merupakan satu lembaga yang mendukung kekuatan negara. Dengan fungsi intelijen, BIN mengumpulkan informasi berdasarkan fakta untuk mendeteksi dan melakukan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.Badan Intelijen Negara (BIN) merupakan satu lembaga yang mendukung kekuatan negara. Dengan fungsi intelijen, BIN mengumpulkan informasi berdasarkan fakta untuk mendeteksi dan melakukan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor  17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Indonesia memiliki intelijen negara seperti BIN, intelijen TNI,  intelijen Polri,  intelijen Kejaksaan, dan intelijen kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2010 Tentang Badan Intelijen Negara, BIN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BIN menyelenggarakan fungsi pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen, perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang intelijen, pengaturan dan pengkoordinasian sistem intelijen pengamanan pimpinan nasional, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan atau operasi intelijen dalam dan luar negeri, pengolahan, penyusunan, dan penyampaian produk intelijen. Hal itu digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengkoordinasian pelaksanaan, fasilitasi dan pembinaan kegiatan instansi pemerintah di bidang intelijen, penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan dan keuangan, kepegawaian, perlengkapan, hukum, organisasi dan tata laksana serta rumah tangga di lingkungan BIN dan  pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaantugas BIN.

Berdasarkan hal tersebut Fungsi Badan Intelijen Negara (BIN) adalah sebagai berikut:

  1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen
  2. Penyampaian produk intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah
  3. Perencanaan, pengkoordinasian dan pelaksanaan operasi intelijen di bidangnya
  4. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BIN
  5. Operasi kontra intelijen3.

b.      Kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN)

BIN memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya. Termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup atau kegiatan terorisme, separatisme, spionase dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum. Berdasarkan hal tersebut kewenagan BIN adalah sebagai berikut:

  1. wewenang melakukan penyadapan,
  2. pemeriksaan aliran dana,
  3. penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya.
  4. Termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup atau kegiatan terorisme, separatisme, spionase dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.
  5. Keutuhan negara tidak tergantung dari satu aparatur saja, melainkan semua unsur harus ikut dalam menjaga kentraman dan ketenangan sebuah negara.

Ketentuan penyadapan yang diatur di dalam Pasal 32 UU Intelijen Negara, meski terkesan memberikan batasan dan syarat bagi intelijen, dalam menggunakan kewenangan penyadapan, namun hal itu belum cukup untuk memberikan perlindungan bagi warganegara.Dalam praktik internasional, undang-undang yang mengatur mengenai kewenangan penyadapan bagi lembaga intelijen, harus secara tegas mengatur mengenai hal-hal berikut ini: (1) tindakan intersepsi yang dapat dilakukan, (2) tujuan melakukan intersepsi, (3) kategorisasi objek—individu yang dapat dilakukan intersepsi, (4) ambang kecurigaan—bukti permulaan,  yang diperlukan untuk membenarkan penggunaan tindakan intersepsi, (5) pengaturan mengenai pembatasan durasi dalam melakukan tindakan intersepsi, (6) prosedur otorisasi—perijinan, dan (7) pengawasan serta peninjauan atas tindakan intersepsi yang dilakukan.

Dalam konteks Indonesia, penegasan serupa juga diberikan oleh sejumlah peraturan perundang-undangan nasional, seperti halnya ketentuan Pasal 32 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 12/2005 tentang Pengesahan ICCPR. Ketentuan ini makin diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi melalui beberapa putusannya. Sedikitnya terdapat tiga putusan MK yang secara khusus memberikan penegasan mengenai jaminan hak privasi serta relasinya dengan keperluan intersepesi komunikasi oleh aparat negara, dalam kerangka penegakan hukum. Terakhir MK menegaskan dalam putusannya pada perkara No. 5/PUU-VIII/2010 tentang pengujian Pasal 31 ayat (4) UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik.Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, MK menyatakan bahwa penyadapan merupakan sebuah tindakan yang melanggar privasi orang lain dan oleh karenanya melanggar hak asasi manusia (HAM), akan tetapi untuk kepentingan nasional yang lebih luas, seperti halnya penegakan hukum, hak tersebut dapat disimpangi dengan pembatasan4.

Menurut Alexandra intelijen negara setidaknya berkaitan dengan dua hal. Intelijen sebagai sebuah fungsi dan intelijen sebagai sebuah organisasi dalam struktur ketatanegaraan. Sebagai sebuah fungsi, berkaitan dengan penginderaan awal atau yang lebih dikenal dengan early warning system. Hal ini akan mengakibatkan intelijen memiliki tugas mengumpulkan, menganalisa dan memberikan informasi yang diperlukan kepada pembuat kebijakan dalam penentuan kebijakan yang terbaik untuk mencapai tujuan8. Ikrar Nusa Bakti menyatakan bahwa intelijen antara lain dibutuhkan untuk mencegah tindak kekerasan atau teror yang dimotivasi politik, agama atau apa pun, agar nyawa manusia dan harta benda masyarakat dapat terlindungi. Intelijen juga dibutuhkan untuk mencegah terjadinya ancaman terhadap keamanan nasional yang dilakukan aktor-aktor domestik yang ingin menjatuhkan pemerintahan dengan caracara tidak demokratis atau ingin mengubah sistem politik dengan cara-carakekerasan.

Intelijen berasal dari kata intel yang secara etimologi berasal dari kata intelligere (Latin), intelligence (Inggris), dan intelligt/intelgentie (Belanda) yang berarti cerdas atau pandai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah Intelijen dipersonifikasikan sebagai orang yang bertugas mencari keterangan (mengamat-amati) seseorang5. Sedang dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia intelijen dijelaskan sebagai hasil rangkaian kegiatan, suatu proses pentahapan kerja sistematis yang terdiri ataspengumpulaninformasi, evaluasi, integrasi dari semua tahapan proses kerja sebelumnya dan interpretasi dari seluruh informasi yang didapatkan, serta perkiraan yang kemudian dibuat berdasarkan interpretasi yang diperoleh.

Dalam melaksanakan deteksi dini terhadap berbagai ancaman, maka diperlukan upaya koordinasi diantara unsur Intelijen negara seperti yang dinyatakan dalam Pasal 28 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yaitu “Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi koordinasi Intelijen negara.” Menurut Z.A. Maulani (Mantan Kepala BAKIN), Koordinasi adalah kegiatan tukar-menukar keterangan mengenai masalah- masalahyang“tidakjelas”atau“tidakdiketahui”atau“perludiketahuibersama”. Sementara kaum intelijen adalah sosok yang acapkali harus menampilkan kesan yang serba tahu5.

Pengaturan lebih lanjut tentang koordinasi intelijen negara tersebut dijelaskan pada Perpres No. 67 Tahun 2013 tentang Koordinasi Intelijen Negara. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) selaku Koordinator penyelenggara Intelijen Negara, mengeluarkan Peraturan Kepala BIN No. 01 Tahun 2014 tentang Komite Intelijen Pusat dan Daerah. Namun demikian, Peraturan Kepala BIN tersebut tidak menjelaskan secara rinci bentuk koordinasi intelijen pada tingkatan kabupaten/kota, hanya menjelaskan bentuk koordinasi pada tingkatan provinsi dan pusat juga tentang perubahan nomenklatur Kominda dari Komunitas menjadi Komite, maka saat ini masih pada tingkatan kabupaten/kota masih diberlakukan Komunitas Intelijen Daerah yang mengacu kepada Permendagri No. 16 Tahun 2011. Keberadaan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) sebagai sebuah instrument ini merupakan kolaborasi antara kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menciptakan stabilitas nasional di daerah. Kominda merupakan forum komunikasi dan koordinasi diantara unsur intelijen yang ada di daerah (BIN, TNI, POLRI, Kejaksaan dan intelijen sektoral lainnya, yang merupakan unsur Pemerintah Pusat),

  1. PENYELENGGARAAN FUNGSI INTELIJEN

Fungsi  intelijen meliputi tiga fungsi intelijen, yaitu penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. Dengan kata lain bahwa melakukan kegiatan intelijen berarti melakukan kegiatan penyelidikan, pengamanan atau penggalangan. Namun setiap melakukan penyelidikan, pengamanan atau penggalangan, dua fungsi intelijen lainnya harus merupakan kesatuan fungsi yang saling menunjang, sehingga didapatkan keterpaduan penyelenggaraan kegiatan intelijen.


Dalam melakukan pengamanan, juga harus melakukan penyelidikan dan penggalangan. Demikian pula bila melakukan penggalangan, melakukan penyelidikan dan pengamanan.Oleh sebab itu bagi insan intelijen yang profesioanl, fungsi intelijen adalah merupakan naluri intelijen yang harus dihayati dan diterapkan secara terampil dan profesional.Guna memahami lebih lanjut, berikut ini akan diuraikan bagaimana cara penyelenggaraan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.

  1. Penyelenggaraan Penyelidikan

Penyelidikan dilakukan melalui 4 tahap yang disebut roda perputaran penyelidikan (RPP) yang berputar secara terus menerus, yang terdiri dari :

  1. Tahap Perencanaan
  2. Tahap Pengumpulan
  3. Tahap Pengolahan
  4. Tahap Penyampaian


1)      Perencanaan


a. Perencanaan dilakukan untuk memberikan pengarahan kepada kegiatan – kegiatan penyelidikan, bahan –bahan keterangan ap yang harus dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan, bilamana waktunya harus selesai, badan – badan pengumpulan keterangan mana yang digunakan sesuai dengan kemampuan masing – masing, dan seterusnya.
Pengarahan tersebut dituangkan dalam bentuk – bentuk perintah – perintah dan permintaan – permintaan, dimana ditentukan penyelidikan yang harus dilakukan (tertutup atau terbuka).


b.Pejabat- pejabat yang bertanggung jawab atas penyusunan rencana pengumpulan keterangan, merumuskan keterangan – keterangan yang dibutuhkan dalam bentuk pertanyaan – pertanyaan yang disebut unsur utama keterangan (UUK), unsur utama keterangan ini memuat pertanyaan mengenai hal – hal yang belum diketahui atau belum jelas, yang perlu diketahui sebagai faktor – faktor yang harus diperhitungkan dalam mempertimbangkan kebijaksanaan atau tindakan apa yang akan diambil dalam rangka penunaian tugas/mencapai tujuan. Hal – hal yang belum jelas tersebut bisa berupa keterangan – keterangan, tetapi bisa pula berupa indikasi – indikasi atau gejala – gejala yang perlu diketahui, guna menjawab unsur utama keterangan tersebut dimana jawaban ini bisa negatif dan bisa pula positif (artinya menyangkal atau membenarkan serta meneguhkan UUK).


c. Rencana pengumpulan keterangan memuat :

  1. Rumusan unsur utama keterangan yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan – pertanyaan, yang dimuat dalam perintah – perintah dan permintaan – permintaan yang disampaikan ke badan – badan pengumpul keterangan.
  2. Daftar semua badan – badan pengumpul yang tersedia dan di antaranya badan – badan pengumpul mana yang ditunjuk untuk melaksanakan perintah dan badan pengumpul mana yang ditunjuk untuk diminta keterangan. Penunjukkan tersebut berdasarkan pertimbangan tentang batas – batas kemampuan masing – masing badan pengumpul dan faktor waktu yang terbatas.
  3. Pembatasan jangka waktu bagi setiap badan pengumpul untuk menyampaikan keterangan yang diperoleh kepada pihak yang memberi perintah/yang mengajukan permintaan.
  4. Penentuan tempat dimana badan – badan pengumpul keterangan tersebut harus menyampaikan keterangan – keterangan yang dapat dikumpulkan.

Selanjutnya dikeluarkan perintah – perintah dan atau permintaan – permintaan kepada badan – badan pengumpul keterangan yang ditunjuk sesuai dengan batas kemampuan masing – masing dan faktor waktu. Dalam hal ini perlu diperhatikan, bahwa jaringan – jaringan penyelidikan tertutup hanya dapat ditugaskan untuk mengumpulkan bahan – bahan keterangan yang tak dapat diperoleh dengan jalan terbuka.

2)      Pengumpulan

  1. Pengumpulan dilakukan dengan jalan penelitian (research), pengamatan (observasi), deteksi dan penyusupan (penetrasi).
  2. Penelitian yang dilakukan hanya secara terpusat dengan mempelajari kepustakaan dan pemeberitahuan umum, baik yang berasal dari dalam negeri, maupun luar negeri, digunakan untuk memperoleh keterangan – keterangan mengenai masalah – masalah IPOLEKSOSBUDMIL yang proses perkembangannya perlu diikuti secara terus menerus.

Juga diperoleh keterangan – keterangan dengan jalan wawancara, interogasi dan kegiatan – kegiatan riset.

  1. Di samping usaha – usaha tersebut di atas, peneliti menyelenggarakan juga pengamatan yang dilakukan dengan alat – alat teknologis untuk keterangan yang serupa sifatnya dengan yang di atas.
    1. Pengamatan dilakukan dengan jalan mengamati langsung keadaan – keadaan dan peristiwa – peristiwa yang perlu diketahui, guna memperoleh keterangan yang segera diperlukan mengenai masalahnya.
    2. Di dalam pengamatan tidak langsung, dipergunakan alat – alat yang dapat mengumpulkan keterangan dari jarak jauh atau dekat pada sasaran alat – alat tersebut, antara lain : radar, kamera udara, satelit, infra merah dan alat – alat elektronika lainnya.
    3. Deteksi dilakukan dengan alat – alat elektronika yang mampu memberikan keterangan – keterangan untuk mengetahui hal – hal tertentu, seperti alat deteksi pemancar gelap, radiasi atom, ranjau – ranjau, getaran – getaran eksplosi nuklir, alat – alat elektronika untuk penyadap suara dan lain – lain.
    4. Penyusupan adalah alat pengamatan yang tertutup langsung maupun tidak langsung, yang dilakukan melalui penggalangan yang hanya dapat dibentuk di dalam jangka waktu yang relatif lama.

Jaringan ini adalah jaringan yang paling lambat menghasilkan keterangan – keterangan. Walaupun demikian, jaringan ini adalah jaringan yang penting dalam di dalam seluruh sistim penyelidikan, karena dapat memberikan keterangan – keterangan yang tidak dapat diperoleh dengan cara – cara penyelidikan lainnya.

  1. Sarana – sarana pengumpulan.

Sarana – sarana pengumpulan terdiri dari :

  1. Badan pengumpul keterangan yang organik berada di bawah komando langsung.

Badan – badan ini mengumpulkan keterangan atas perintah.

  1. Badan – badan pengumpul keterangan yang non organik yang berada pada eselon atasan atau samping badan – badan ini mengumpulkan keterangan atas permintaan.
  2. Badan – badan pengumpul keterangan lainnya.

Badan – badan ini mengumpulkan keterangan atas permintaan.


3)      Pengolahan


a. Bahan – bahan yang diterima, diolah melalui proses : pencatatan, penilaian, analisa, integrasi, kesimpulan dan penafsiran, sehingga bahan – bahan keterangan yang pada mulanya masih merupakan bahan mentah ditransformasikan menjadi produk yang masuk.
b.Pencatatan yang dilakukan dalam buku harian, lembaran kerja adalah untuk mencocokkan isi keterangan yang diperoleh ke dalam kotak – kotak yang mempersatukan keterangan – keterangan yang sejenis di dalam rangkaian susunan yang diperlukan, yang mempermudah pekerjaan – pekerjaan, memperbandingkan dan menyimpulkan keterangan – keterangan serta menyusun laporan – laporan menurut masalahnya.
c. Penyimpangan keterangan – keterangan yang diperoleh mutlak disusun menurut urutan – urutan pencatatan pada buku harian dimana keterangan itu disimpulkan.
d.Lembaran – lembaran kerja yang dibuat menurut susunan rangkaian jenis – jenis keterangan yang diperlukan dan disimpan secara berurutan.
e.Di samping penyimpanan yang tersusun ini, perlu disusun pula daftar penunjukkan (index) berabjad yang memuat nama – nama orang, badan dan masalah – masalah yang diberi penjelasan – penjelasan dimana keterangan yang bersangkutan dengan hal – hal tersebut disimpan.

  1. Dengan memperbandingkan keterangan – keterangan yang baru diterima dengan keterangan yang telah ada, maka sumber bahan keterangan dan isinya dinilai dengan menggunakan daftar penilaian atau neraca penilaian (Letter Figure System). Sebagai berikut :
    1. Kepercayaan terhadap sumber – sumber keterangan.
      1. Dipercaya sepenuhnya
      2. Biasanya dapat dipercaya
      3. Agak dapat dipercaya
      4. Biasanya tidak dapat dipercaya
      5. Kepercayaannya tak dapat dinilai
      6. Kebenaran isi bahan keterangan
        1. Kebenarannya ditegaskan oleh sumber lain
        2. Sangat mungkin benar
        3. Mungkin benar
        4. Kebenarannya meragu – ragukan
        5. Tidak mungkin benar
        6. Kebenarannya tidak dapat dinilai

g. Penyimpanan bahan – bahan keterangan dan penafsiran keterangan dilakukan secara induksi dengan menggunakan lembaran – lembaran kerja, peta – peta, dan lain – lain alat perbandingan atas dasar pengetahuan tentang peristiwa – peristiwa atau proses yang dihadapi.

BAB III PENUTUP

  1. Kesimpulan

Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa intelijen adalah salah satu instrumen penting bagi pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Intelijen dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi kekhawatiran terhadap ancaman bangsa dan negara, tetapi disaat yang bersamaan intelijen juga dapat digunakan sebagai alat untuk melindungi kepentingan pribadi sang penguasa. Oleh karena itu, pengelolaan sistem intelijen yang efektif, profesional dalam tatanan yang demokratis merupakan kondisi wajib bagi sebuah negara. Tuntutan terhadap efektivitas seringkali mengalahkan kebutuhan terhadap penegakan hak asasi manusia, nilai-nilai sipil dan prinsip-prinsip demokratis lainnya. Prinsip kerja demokratis dalam sistem intelijen negara dapat dilihat dari beberapa pengaturan dasar. Pertama, intelijen harus ditempatkan sebagai institusi sipil dan menjadi bagian dari sistem keamanan nasional. Kedua, Adanya mekanisme pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan yang akuntabel untuk memastikan penggunaan intelijen secara proporsional dan mencegah akumulasi kekuasaan. Ketiga, adanya mekanisme pengawasan untuk memastikan keberlangsungan sistem checks andbalances.

Berkaitan dengan hal tersebut kepolisian sebagai intelijen penegakan hukum melakukan tugasnya membimbing dan mengayomi masyarakat serta bertujuan agar masyarakat merasa aman dari berbagai ancaman dan gangguan kamtibmas, proses intelijen mutlak diperlukan. Intelijen sangat berfungsi bagi satuan, apabila organisasi intelijen cukup solid, sistem dan metodenya berkembang sesuai hakekat ancaman yang dihadapi. Namun lebih penting adalah pelaksanaan tugas-tugas dari intelijen, baik perorangan maupun unit harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap intelijen. Mampu mengimplementasikan dan mengembangkan teori intelijen dalam kondisi lapangan yang berubah-ubah, serta menghasilkan produk intel yang tajam, akurat, dan terpercaya sesuai kebutuhan satuannya. Tugas dari intelijen ialah mencari informasi, dimana informasi tersebut digunakan untuk mendukung sebagai alternatif pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan oleh pimpinan dalam pengambilan kebijakan dalam hal ini tentunya menjadi tugas Polri.

B. Saran – saran

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disarankan beberapa hal penting. Pertama, negara juga akan mengalami kesulitan untuk dapat mengembangkan dua sistem manajemen intelijen yang dapat digunakan dalam kondisi damai dan perang secara terpisah. Hal ini dialami oleh Indonesia yang masih dalam proses pembangunan bangsa dan negara (nation and state building). Tetapi seharusnya negara dapat mengembangkan satu sistem manajemen intelijen demokratik yang memiliki satuan-satuan khusus dan dapat digunakan untuk kondisi perang dengan berbagai aturan khusus dan sistem pengawasan yang secara langsung melekat ketika satuan ini digunakan. Kedua, kebutuhan terhadap faktor efektivitas yang meningkat dalam situasi perang dapat diatasi bukan dengan cara menegasikan sistem yang berdasar pada prinsip demokratis tetapi dengan mengefektifkan waktu, sumber daya serta meningkatkan profesionalitas dan kemampuan teknologi intelijen sebuah negara. Dengan demikian diharapkan baik dalam kondisi damai maupun perang, negara tetap dapat menjalankan sistem intelijen yang demokratis sekaligus efektif dalam pencapaian tujuan keamanan nasionalnya.

Dalam dinamika dan kondisi masyarakat yang semakin berkembang, informasi yang digunakan sebagai bahan baku pengambilaan keputusan sangat kompleks dan bervariasi sehingga diperlukan kecepatan,ketepatan, dan manfaat terhadap informasi yang disajikan. Tetapi yang menjadi kendala intelijen sebagai penegak hukum yaitu sarana dan prasarana maupun anggaran dalam membiayai aktifitas intelijen polri masih sangat minim. Untuk mendukung tugas Polri yang mengalami kendala tersebut, jelas akan berpulang pada sejauh mana sense dari setiap anggota intelijen Polri harus dapat bertindak setiap saat, karena keputusan tersebut haruslah tepat. Dalam pemberian informasi berupa saran dan pertimbangan haruslah melekat pada anggota Polri. Untuk itu sense of intelligence sangat diperlukan oleh anggota Polri sebagai intelijen penegak hukum.

Referensi:

  1. http://www.sumberpengertian.co/pengertian-hak-asasi-manusia-ham-menurut-para-ahli, 12/6/2018
  2. Alexandra Retno Wulan, et.al., Negara, Intel, dan Ketakutan, Pacivis, Jakarta,  2006,  hlm.17.
  3. http://www.gresnews.com/berita/tips/107489-fungsi-dan-wewenang-bin/12/06/2018
  4. https://www.viva.co.id/berita/nasional/254681-lsm-uu-intelijen-potensial-langgar-ham, 12/6/2018.
  5. Ikrar Nusa Bhakti dan Riza Sihbudi, Kontroversi Negara Federal: Mencari Bentuk Negara Ideal Indonesia Masa Depan, Mizan, Bandung, 2005, hlm.2.
  6. Z.A.  Maulani.  Dasar Dasar Intelijen. https://serbasejarah.files.wordpress.com/2010/0/buku-intel-oh-intel.pdf, diunduh pada tanggal 12/6/2018

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *