Berita Terbaru Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s : Eksekusi adalah menjalankan/melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yang sifatnya condemnatoir dilakukan secara paksa dengan bantuan kekuatan hukum. Eksekusi Putusan adalah pelaksanaan atas putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Adapun putusan yang dianggap telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) adalah sebagai berikut:
- Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
- SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
- Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
- Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
- Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
- Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata
- Upaya Hukum Eksekusi Terhadap Objek Hak Tanggungan Pada Kredit Macet
- Tips Menghindari Pasal Perbuatan Melawan Hukum Dalam Penilaian Aset
- Ulasan Mengenai Ada Tiga Cara Pembagian Harta Warisan Di Indonesia
- Ancaman Pidana Penjara Bagi Pelaku Menjaminkan Sertifikat Orang Lain Tanpa Seiziin Pemegang Hak
- Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet Dan Cara Penyelesaiannya
- Putusan Pengadilan Negeri yang telah diterima kedua belah pihak yang berperkara
- Putusan perdamaian (acta van dading)
- Putusan verstek yang terhadapnya tidak dilakukan verzet atau banding
- Putusan Pengadilan Tinggi yang diterima kedua belah pihak yang tidak dilakukan upaya kasasi
- Putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi
Putusan perdata memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) adalah putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding, putusan banding yang tidak diajukan kasasi, dan putusan kasasi. Mengenai pelaksanaan putusan perdata, hal ini diatur dalam Reglemen Indonesia (HIR) Bab IX Bagian Kelima tentang Menjalankan Keputusan Pasal 195 s.d. Pasal 224.
Proses eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut bisa dilakukan dengan cara paksa atau secara sukarela sebagaimana diatur dalam HIR pasal 195 : “Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.
Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.”
Pada prinsipnya, dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh pihak yang dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau menjalankan putusan secara sukarela. Di dalam peraturan perundang-undangan tidak diatur jangka waktu jika putusan akan dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah.
Pihak yang menang dapat meminta bantuan pihak pengadilan untuk memaksakan eksekusi putusan berdasarkan Pasal 196 HIR: “Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut (Pasal 195 HIR) untuk menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.”
Jika setelah jangka waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu (Pasal 197 HIR).
Maka eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Jika pihak yang kalah bersedia menaati dan memenuhi putusan secara sukarela, tindakan eksekusi harus disingkirkan. Oleh karena itu, harus dibedakan antara menjalankan putusan secara sukarela dan menjalankan putusan secara eksekusi. Kemudian mengenai pertanyaan Anda yaitu namun tergugat tidak memiliki harta kekayaan yang dapat dieksekusi, apakah ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh penggugat ?.
Dalam hukum acara perdata juga dikenal dengan istilah eksekusi yang tidak daat dilaksnakan/dijalankan (Buku II Mahkamah Agung Republik Indonesia, Edisi 2013, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan). Eksekusi yang tidak dapat dijalankan (non-executable) antara lain ditetapkan dalam hal :
a. Harta kekayaan tereksekusi tidak ada
b. Putusan bersifat deklaratoir
c. Barang objek eksekusi di tangan pihak ketiga
d. Eksekusi terhadap penyewa, noneksekutabel
e. Barang yang hendak dieksekusi, dijaminkan kepada pihak ketiga
Pada saat eksekusi ditetapkan oleh hakim dalam suatu penetapan menjadi non-executable, maka eksekusi berhenti setelah adanya penetapan non-executable tersebut. Namun demikian, pihak yang tidak puas dengan penetapan non-executable tersebut masih dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah AgungBuku II Mahkamah Agung Republik Indonesia, Edisi 2013, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, menjelaskan bahwa suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dinyatakan non-executable oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila:
- Putusan bersifat deklaratoir dan konstitutief;
Putusan deklarator atau deklaratif (declatoir vonnis) adalah pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu merupakan penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau title maupun status dan pernyataan itu dicantumkan dalam amar atau diktum putusan. Putusan constitutief (constitutief vonnis) adalah putusan yang memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru.
- Barang yang akan dieksekusi tidak berada di tangan Tergugat/Termohon eksekusi;
- Barang yang akan dieksekusi tidak sesuai dengan Barang yang disebutkan di dalam amar putusan;
- Amar Putusan tersebut tidak mungkin untuk dilaksanakan;
- Ketua Pengadilan Negeri tidak dapat menyatakan suatu putusan non-executable, sebelum seluruh proses/acara eksekusi dilaksanakan, kecuali tersebut pada butir a. Penetapan non-executable harus didasarkan Berita Acara yang dibuat olehJuru Sita yang diperintahkan untuk melaksanakan (eksekusi) putusan tersebut.
Lebih lanjut, M. Yahya Harahap dalam bukunya Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (BAB 12) menjelaskan mengenai eksekusi yang tidak dapat dijalankan (non-executable), yaitu dalam hal:
- Harta kekayaan tereksekusi tidak ada
- Putusan bersifat deklaratoir
- Barang objek eksekusi di tangan pihak ketiga
- Eksekusi terhadap penyewa, noneksekutabel
- Barang yang hendak dieksekusi, dijaminkan kepada pihak ketiga
- Tanah yang hendak dieksekusi tidak jelas batasnya
- Perubahan status tanah menjadi milik negara
- Barang objek eksekusi berada di luar negeri
- Dua putusan yang saling berbeda
- Eksekusi terhadap harta kekayaan bersama.
Akibat Hukum Putusan yang Dinyatakan Non-Executable
Sehubungan dengan pertanyaan Anda, apabila putusan perkara perdata yang telah memasuki tahap sita eksekusi dinyatakan non-executable oleh hakim, apakah eksekusi harus dihentikan? Kami jelaskan sebagai berikut:
Terhadap suatu penetapan pengadilan negeri, masih dapat diajukan suatu upaya hukum kasasi sebagaimana ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi:
- Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena, tidak berwenang atau melampaui batas wewenang, salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku dan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
- Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
- Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
- Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Mahkamah Agung.
Berdasakan penjelasan hal-hal tersebut di atas, pada saat eksekusi ditetapkan oleh hakim dalam suatu penetapan menjadi non-executable, maka eksekusi berhenti setelah adanya penetapan non-executable tersebut. Namun demikian, pihak yang tidak puas dengan penetapan non-executable tersebut masih dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Demikian semoga bermamfaat.
Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”:
- KABAR GEMBIRA TELAH DIBUKA: PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA) ANGKATAN IX ANGKATAN 2020 DPC PERADI BANDUNG BEKERJASAMA DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
- INILAH DAFTAR ALAMAT DPC PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI) SELURUH INDONESIA
- SEJARAH HUKUM PIDANA INDONESIA
- Inilah Biografi Lengkap 7 Presiden Republik Indonesia Dari Dari Indonesia Merdeka Hingga Saat Ini
- Kabar Gembira, Ayo Ikuti Webinar Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Bandung
- Ulasan Lengkap Tentang Dasar Hukum Pengangguhan Penahanan
- Profil Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan
- Perlindungan Hak Asasi Manusia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Intelijen Republik Indonesia
- Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Bagi Tenaga Kerja Indonesia Di Negara Penerima Kerja
- Bagaimana Cara Mendirikan PT (Persero)
- Ketentuan-Ketentuan Hukum Dalam Bahasa Inggris
- Sejarah KUHP Di Indonesia
- TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN
- TUJUAN HUKUM PIDANA
- MACAM-MACAM SANKSI PIDANA DAN PENJELASANNYA
- MENGENAL BUDAYA BATAK, DALIHAN NA TOLU DAN PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PERKAWINANNYA
- ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
- ADVOKAT ADALAH PENEGAK HUKUM, APA KATA HUKUM ???
- APA SAJA HAK – HAK ANDA DAN APA SAJA MEMBERI HUKUM YANG DILALUI KETIKA MENGHADAPI MASALAH HUKUM DALAM PERKARA PIDANA BAIK DI KEPOLISAN, KEJAKSAAN, PENGADILAN NEGERI, PENGADILAN TINGGI DAN MAHKAMAH AGUNG
- BIDANG PERLINDUNGAN & PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT DPC PERADI BANDUNG
- Rekomendasi Objek Wisata Terbaik Di Provinsi Jawa Barat
- Profil Purnawirawan Walikota TNI AD Muhammad Saleh Karaeng Sila
- Dampak Covid-19 Bagi Perusahaan Dan Imbasnya Bagi Karyawan
- Penasaran, Apa Sih Arti Normal Baru Dalam Pandemi Copid-19
- Info Kantor Hukum Kota Bandung & Cimahi
- TUJUAN PEMIDANAAN DAN TEROI-TEORI PEMINDANAAN
- TEORI-TEORI PEMIDANAAN
- Informasi Daftar Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Seluruh Indonesia
- 8 Pengacara Batak Paling Terkenal di Indonesia Yang Bisa Dijadikan Inspirasi
- Dafar Nama Perusahaan Di Kota Bandung
- DAFTAR PUSAT BANTUAN HUKUM PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA SELURUH INDONESIA
- Daftar Kantor Pengacara Di Bandung
- Daftar Nama dan Alamat Perusahaan BUMN di Bandung dan Jakarta
- Bagaimana Proses dan Perbaikan Penyelesaian Perkara Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian?
- Upaya Hukum Terhadap Sertifikat Yang Tidak Dapat Diserahkan Bank atau pengembang Kepada Pemegang Cessie Yang Baru.
- Bagaimana Cara Pengajuan Penundaan Pembayaran dan Keringanan Hutang Ditengah Pandemi Covid-19
- Cara dan Prosedur Melaporkan Tindak Pidana Di Kepolisian
- Apakah Suatu Ketentuan Hukum Boleh Bertentangan Dengan Hukum Diatasnya? Bagaimana Jenis Dan Hierarki Peraturan Perundang-Undang Di Indonesia?
- RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Harus Lindungi Hak-Hak Pekerja / Buruh
- Apa Syarat Agar Dapat Diterima Perusahaan Pailit?
- Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
- SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
- Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
- Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
- Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
- Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata
- Dalam Peraturan Perundang-Undangan Sering Dijumpai Istilah ‘Menimbang’ dan ‘Mengingat’, Apa Maksudnya ? “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”
- Ulasan Hukum Mengenai Alasan Dan Dasar Hukum Penghentian Penyidikan – Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners
- PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI – “Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners”
- UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 10 TAHUN 2020TENTANGBEA METERAI – “Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners”
- Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Perkara Pidana Yang Sudah Berkekuatan Hukum Tetap “Incraht” – “Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners”
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan kedua kali oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.