Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”: Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan pengertian penyelidikan adalah sebagai berikut:
“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikanmenurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Baca juga artikel ini:
- Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
- SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
- Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
- Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
- Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
- Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata
- Upaya Hukum Eksekusi Terhadap Objek Hak Tanggungan Pada Kredit Macet
- Tips Menghindari Pasal Perbuatan Melawan Hukum Dalam Penilaian Aset
- Ulasan Mengenai Ada Tiga Cara Pembagian Harta Warisan Di Indonesia
- Ancaman Pidana Penjara Bagi Pelaku Menjaminkan Sertifikat Orang Lain Tanpa Seiziin Pemegang Hak
- Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet Dan Cara Penyelesaiannya
Sedangkan dalam Pasal 1 angka (2) disebutkan pengertian tentang penyidikan sebagai berikut:
“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”
Undang-undang memberi wewenang penghentian penyidikan kepada penyidik, yakni penyidik berwenang bertindak menghentikan penyidikan yang telah dimulainya. Penghentian penyidikan suatu kasus pidana merupakan kewenangan yang dimiliki oleh penyidik dalam menghadapi sebuah kasus yang dianggap tidak perlu lagi diteruskan pada tahapan penegakan hukum selanjutnya. Dalam hal ini penghentian penyidikan biasa juga disebut sepoonering. Oleh Yahya Harahap dikatakan bahwa wewenang penghentian penyidikan yang sedang berjalan yang diberikan kepada penyidik dengan rasio atau alasan:
- Untuk menegakkan prinsip peradilan yang cepat, tepat dan biaya ringan, dan sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat. Jika penyidik berkesimpulan bahwa berdasar hasil penyeilidikan dan penyidikan tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut tersangka di muka persidangan, untuk apa berlarut-larut menangani dan memeriksa tersangka. Lebih baik penyidik secara resmi menyatakan penghentian pemeriksaan penyidikan, agar segera tercipta kepastian hukum baik bagi penyidik sendiri, terutama kepada tersangka dan masyarakat.
- Supaya penyidikan terhindar dari kemungkinan tuntut ganti kerugian, sebab kalau perkaranya diteruskan, tapi ternyata tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut ataupun menghukum, dengan sendirinya memberi hak kepada tersangka/terdakwa untuk menuntut ganti kerugian berdasar Pasal 95 KUHAP.
Undang-undang telah menyebutkan secara limitatif alasan yang dapat digunakan penyidik sebagai dasar penghentian penyidikan. Penyebutan atau penggarisan alasan-alasan tersebut penting, guna menghindari kecenderungan negatif pada diri pejabat penyidik. Dengan penggarisan ini, undang-undang mengharapkan supaya didalam menggunakan wewenang penghentian penyidikan, penyidik mengujinya kepada alasan-alasan yang telah ditentukan. Tidak semaunya tanpa alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum, serta sekaligus pula akan memberi landasan perujukan bagi pihak-pihak yang merasa keberatan atas sah tidaknya penghentian penyidikan menurut hukum.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan secara terbatas alasan yang dipergunakan penyidik untuk melakukan penghentian penyidikan yang diatur dalam Pasal 109 ayat (2) yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidikan memberitahukanhal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”.
SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan merupakan surat pemberitahuan dari penyidik kepada penuntut umum bahwa perkara dihentikan penyidikannya. Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel SP3, penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf i jo. Pasal 109 ayat (2) KUHAP.
Alasan-alasan dilakukannya penghentian penyidikan yang terdapat dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yaitu:
- Tidak terdapat cukup bukti, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.
- Peristiwa yang disidik oleh penyidik ternyata bukan merupakan tindak pidana
- Penyidikan dihentikan demi hukum
Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.
Ketiga keadaan yang terdapatdalam Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ini akan dibahas satu persatu sebagai berikut dibawah ini.
- Tidak Terdapat Cukup Bukti
Apabila penyidiktidakmemperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan ke depan sidang pengadilan, maka penyidik berwenang melakukan penghentian penyidikan. Untuk dapat mengetahui bahwa dalam suatu penyidikan tidak terdapat cukup bukti, maka harus diketahui kapankah hasil penyidikan dipandang sebagai cukup bukti. Untuk dapat dinyatakan sebagai cukup bukti ialah tersedianya minimal dua alat bukti yang sah untuk membuktikan bahwa benar telah suatu tindak pidana dan tersangkalah sebagai pelaku yang bersalah melakukan tindak pidana tersebut.
Untuk memahami pengertian ‘cukup bukti’ sebaiknya penyidik memperhatikan dan berpedoman kepada ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menegaskan prinsip “batas minimal pembuktian” (sekurang-kurangnya ada dua alat bukti), dihubungkan dengan Pasal 184 dan seterusnya, yang berisi penegasan dan penggaraisan tentang alat-alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan. Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah:
- Keterangan saksi;
- Keterangan ahli;
- Saksi;
- Petunjuk;
- Keterangan terdakwa.
Kepada ketentuan Pasal 184 KUHAP inilah penyidik berpijak menentukan apakah alat bukti yang ada di tangan benar-benar cukup untuk membuktikan kesalahan tersangka dimuka persidangan. Kalau alat bukti tidak cukup dan memadai, penyidikan perkara tersebut haruslah dihentikan. Tetapi apabila di kemudian hari penyidik dapat mengumpulkan bukti yang lengkap dan memadai, dapat lagi kembali memulai penyidikan terhadap tersangka yang telah pernah dihentikan pemeriksaan perkaranya.
2. Peristiwa Ternyata Bukan Tindak Pidana
Apabila dari hasil penyidikan dan pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa apa yang disangkakan terhadaptersangka bukan merupakan perbuatanpidana seperti yang diatur dalan KUHP, maka penyidik berwenang untuk menghentikan penyidikan. Memang diakui, kadang-kadang sangat sulit untuk menarik garis yang tegas tentang apakah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang termasuk dalam lingkup tindak pidana baik itu kejahatan atau pelanggaran. Kesulitan ini sering dijumpai dalam peristiwa-peristiwa yang dekat hubungannya dengan ruang lingkup hukum perdata.
Misalnya, antara perjanjian utang-piutang dengan penipuan.Penyidik dalam mennetukan sebuah peristiwa merupakan tindak pidana atau bukan, harus berpegang pada unsur delik dari tindak pidana yang disangkakan. Karena dalam sebuah definisitindak pidanaterdapat unsur delik yang harus dipenuhi, sehingga penyidik dapatmemutuskan sebuah peristiwa sebagai tindak pidana. Terhadap penghentian penyidikan dengan alasan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, maka penyidik tidak dapat mengadakan penyidikan ulang, karena perkara tersebut bukan merupakan lingkup hukum pidana, kecuali bila ditemukan indikasi yang kuat membuktikan sebaliknya.
3. Perkara Ditutup Demi Hukum
Apabila suatuperkara ditutup demi hukum berarti perkara tersebut tidak bisa dituntut atau dijatuhkan pidana. Ketentuan tersebut dicantumkan dalam Bab VIII Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 76 sampai dengan Pasal 85 yang mengatur tentang ‘hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana’, diantaranya:
- Nebis in idem (Pasal 76 KUHPidana)
Seseorang tidak dapat lagi dituntut untuk kedua kalinya atas dasar perbuatan yang sama, terhadap maana atas perbuatan itu orang yang bersangkutan telah pernah diadili dan telah diputus perkaranya oleh hakim atau pengadilan yang berwenang untuk itu di Indonesia, serta putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Azas nebis in idemini termasuk saah satu hak asasi manusia yang harus dilindungi hukum dan sekaligus dimaksudkan untuk tegaknya kepastian hukum. Bahwa seseorang tidak diperkenankan mendapat beberapa kali hukuman atas suatu tindak pidana yang dilakukannya. Apabila terhadapnya telah pernah diputus suatu tindak pidana baik putusan itu berupa pemidanaan, pembebasan, ataupun pelepasan dari tuntutan hukum, dan putusan itu telah memeperoleh keputusan hukum yang tetap, terhadap orang tersebut tidak lagi dapat dilakukan pemriksaan, penuntutan dan peradilan untuk kedua kalinya atas peristiwa yang bersangkutan.
- Tersangka Meninggal Dunia (Pasal 77 KUHPidana)
Dengan meninggalnya tersangka, dengan sendirinya penyidikan harus dihentikan. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal pada abad modern, yakni kesalahan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang adalah menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pelaku yang bersangkutan. Prinsip hukum ini adalah penegasan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, yang mengajarkan bahwa tanggung jawab seseorang dalam hukum pidana, hanya ditimpakan kepada si pelaku tindak pidananya. Tanggung jawab itu tidak dapat dialihkan kepada ahli waris.
Dengan meninggalnya tersangka, penyidikan dengan sendirinya berhenti dan hapus menurut hukum. Penyidikan dan pemeriksaan tidak dapat dialihkan kepada ahli waris.Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, pertanggungjawaban pidana itu adalah pertanggungjawaban personal atau individual, artinya tidk bisa dibebankan kepada orang lain.
- Kedaluwarsa/verjaring (Pasal 78 KUHPidana)
Setelah melampaui tenggang waktu tertentu, terhadap suatu tindak pidana tidak dapat dilakukan penuntutan dengan alasan tindak pidana tersebut telah melewati batas waktu atau daluwarsa, (Pasal 78 KUHP). Logikanya, jika terhadap seseorang pelaku tindak pidana telah hapus wewenang untuk menuntut di muka sidang pengadilan, tentu percuma melakukan penyidikan dan pemeriksaan terhadap orang itu. Karena itu, jika penyidik menjumpai keadaan seperti ini, harus segera menghentikan penyidikan dan pemeriksaan. Mengenai cara penghitungan tenggang waktu kedaluwarsa, mulai dihitung dari keesokan harinya sesudah perbuatan tindak pidana dilakukan.
- Pencabutan perkara yang sifatnya delik aduan (Pasal 75 dan Pasal 284 ayat 4 KUHPidana)
Pasal 75 KUHP berbunyi “Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.” Dengan demikian Pasal 75 KUHP hanya bisa berlaku untuk kejahatan–kejahatan yang sifat deliknya adalah delik aduan, sehingga bila pengaduan dicabut maka akan menghentikan proses hukum yang berjalan.
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (“MA”) No. 1600 K/PID/2009 yang menyatakan pada pokoknya sebagai berikut:
“… walaupun pencabutan pengaduan telah melewati 3 bulan, yang menurut pasal 75 KUHP telah lewat waktu, namun dengan pencabutan itu keseimbangan yang terganggu dengan adanya tindak pidana tersebut telah pulih karena perdamaian yang terjadi antara pelapor dengan terlapor mengandung nilai yang tinggi yang harus diakui, karena bagaimanapun juga bila perkara ini dihentikan manfaatnya lebih besar dari pada bila dilanjutkan”.
Lebih lanjut, MA dalam putusan tersebut juga menyatakan:
“Bahwa ajaran keadilan Restoratif mengajarkan bahwa konflik yang disebut kejahatan harus dilihat bukan semata-mata sebagai pelanggaran terhadap negara dengan kepentingan umum tetapi konflik juga merepresentasikan terganggunnya, bahkan mungkin terputusnya hubungan antara dua atau lebih individu di dalam hubungan kemasyarakatan dan Hakim harus mampu memfasilitasi penyelesaian konflik yang memuaskan untuk para pihak yang berselisih.”
Selanjutnya Pasal 284 KUHP (4) “Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai”.
Kewenangan Penyidik Dalam Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 1 angka (1) merumuskan yangdimaksud dengan penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan, sedangkan dalam Pasal 6 ngka (1) ditegaskan bahwa ‘penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Namun, dalam hal tertentu, Jaksa juga memiliki kewenangan sebagai penyidik terhadap perkara/tindak pidana khusus seperti perkara hak asasi manusia dan tindak pidana korupsi.
Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan merupakan suatu tahap terpenting dalam kerangka hukum acara pidana di Indonesia, karena dalam tahap ini penyidik berupaya mengungkapkan fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut.
Dalam proses penghentian penyidikan, keberlakuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan realisasi dan unifikasi dan kodifikasi dalam bidang hukum acara pidana. Tujuannya agar masyarakat dapat menghayati kewajiban dan haknya dan pembinaan sikap para penegak hukum sesuai fungsi dan wewenangnya.
Terdapat asas yang penting dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni adanya pengawasan secara horisontal dalam roses penegakan hukum, yang dimaksud yakni adanya pengawasan timbal balik antar penegak hukum. Dimana aparat penegak hukum dapat mengawasi dan menguji proses penghentian penyidikan satu sama lain. SP3 adalah Surat Perintah Penghentian Penyidikan.
SP3 merupakan surat pemberitahuan dari penyidik pada penuntut umum bahwa perkara dihentikan penyidikannya. Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP 3) menggunakan formulir yang telah ditentukan dalam Keputusan Jaksa Agung No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa agung Republik Indonesia No. 231/JA/11/1994 tentang Adminitrasi Perkara Tindak Pidana.
Penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam Pasal tersebut. Dari ketujuh alasan penghentian penyidikan berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP seperti yang telah disebutkan di atas, alasan pertama yaitu karena tidak terdapat cukup bukti merupakan alasan yang paling sering digunakan oleh penyidik tindak pidana korupsi, dimana dilakuakn penghentian penyidikan oleh penyidik dalam beberapa tindak pidana korupsi yang dapat dikatakan besar.
SP3 diberikan dengan merujuk pada pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu:
- Jika yang menghentikan penyidikan adalah penyidik Polri, pemberitahuan penghentian penyidikan disampaikan pada penuntut umum dan tersangka/keluarganya
- Jika yang menghentikan penyidikan adalah penyidik PNS, maka pemberitahuan penyidikan disampaikan pada:
- Penyidik Polri, sebagai pejabat yang berwenang melakukan koordinasi atas penyidikan; dan
- Penuntut umum;
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh penyidik Polri atas Persangkaan Tindak Pidana harus diberitahukan kepada penuntut umum, tersangka dan atau keluarganya dan pihak pelapor. Sedangkan apabila seorang penyidik PNS mengeluarkan SP3 maka wajib memberitahukan kepada penyidik Polri atas SP3 yang diterbitkannya.
Dasar hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
- Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana;
- Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana (Mahkejapol) dan pada Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana.
Putusan:
Putusan Mahkamah Agung (“MA”) No. 1600 K/PID/2009
Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”:
- KABAR GEMBIRA TELAH DIBUKA: PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA) ANGKATAN IX ANGKATAN 2020 DPC PERADI BANDUNG BEKERJASAMA DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
- Nikson Kennedy Marpaung, S.H, M.H, CLA
- LIDOIWANTO SIMBOLON, SH
- Priston Tampubolon, S.H
- INILAH DAFTAR ALAMAT DPC PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI) SELURUH INDONESIA
- SEJARAH HUKUM PIDANA INDONESIA
- Inilah Biografi Lengkap 7 Presiden Republik Indonesia Dari Dari Indonesia Merdeka Hingga Saat Ini
- Kabar Gembira, Ayo Ikuti Webinar Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Bandung
- Ulasan Lengkap Tentang Dasar Hukum Pengangguhan Penahanan
- Profil Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan
- Perlindungan Hak Asasi Manusia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Intelijen Republik Indonesia
- Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Bagi Tenaga Kerja Indonesia Di Negara Penerima Kerja
- Bagaimana Cara Mendirikan PT (Persero)
- Ketentuan-Ketentuan Hukum Dalam Bahasa Inggris
- Sejarah KUHP Di Indonesia
- TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN
- TUJUAN HUKUM PIDANA
- MACAM-MACAM SANKSI PIDANA DAN PENJELASANNYA
- MENGENAL BUDAYA BATAK, DALIHAN NA TOLU DAN PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PERKAWINANNYA
- ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
- ADVOKAT ADALAH PENEGAK HUKUM, APA KATA HUKUM ???
- APA SAJA HAK – HAK ANDA DAN APA SAJA MEMBERI HUKUM YANG DILALUI KETIKA MENGHADAPI MASALAH HUKUM DALAM PERKARA PIDANA BAIK DI KEPOLISAN, KEJAKSAAN, PENGADILAN NEGERI, PENGADILAN TINGGI DAN MAHKAMAH AGUNG
- BIDANG PERLINDUNGAN & PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT DPC PERADI BANDUNG
- Rekomendasi Objek Wisata Terbaik Di Provinsi Jawa Barat
- Profil Purnawirawan Walikota TNI AD Muhammad Saleh Karaeng Sila
- Dampak Covid-19 Bagi Perusahaan Dan Imbasnya Bagi Karyawan
- Penasaran, Apa Sih Arti Normal Baru Dalam Pandemi Copid-19
- Info Kantor Hukum Kota Bandung & Cimahi
- TUJUAN PEMIDANAAN DAN TEROI-TEORI PEMINDANAAN
- TEORI-TEORI PEMIDANAAN
- Informasi Daftar Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Seluruh Indonesia
- 8 Pengacara Batak Paling Terkenal di Indonesia Yang Bisa Dijadikan Inspirasi
- Dafar Nama Perusahaan Di Kota Bandung
- DAFTAR PUSAT BANTUAN HUKUM PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA SELURUH INDONESIA
- Daftar Kantor Pengacara Di Bandung
- Daftar Nama dan Alamat Perusahaan BUMN di Bandung dan Jakarta
- Bagaimana Proses dan Perbaikan Penyelesaian Perkara Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian?
- Upaya Hukum Terhadap Sertifikat Yang Tidak Dapat Diserahkan Bank atau pengembang Kepada Pemegang Cessie Yang Baru.
- Bagaimana Cara Pengajuan Penundaan Pembayaran dan Keringanan Hutang Ditengah Pandemi Covid-19
- Cara dan Prosedur Melaporkan Tindak Pidana Di Kepolisian
- Apakah Suatu Ketentuan Hukum Boleh Bertentangan Dengan Hukum Diatasnya? Bagaimana Jenis Dan Hierarki Peraturan Perundang-Undang Di Indonesia?
- RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Harus Lindungi Hak-Hak Pekerja / Buruh
- Apa Syarat Agar Dapat Diterima Perusahaan Pailit?
- Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
- SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
- Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
- Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
- Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
- Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata
- Tips Hukum Langkah Perusahaan Jika Merugi karena Karyawan Mengundurkan Diri – Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners
- Tips Agar Perusahaan Anda Terhindar Dari Jeratan Pidana Korporasi ? (Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners)
- Ulasan Mengenai Syarat Dinyatakan Pailit- Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners
- Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners: Pembatalan Perjanjian Sepihak, Apakah Wanprestasi Atau Perbuatan Melawan Hukum ?
- Law Firm Dr. iur Liona N. Supriatna., S.H., M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partners: Penyitaan Pidana, Kepailitan dan Perdata Mana Lebih Kuat ?