fbpx

Mendorong Penguatan Perlindungan Harta Pihak Ketiga Beritikad Baik dalam Perkara Tipikor dan TPPU

Selama ini konsep pihak ketiga lebih dikenal dalam ranah hukum perdata. Dalam hukum tata usaha negara (TUN) dan pidana (khusus) menggunakan beragam istilah, seperti pihak ketiga yang berkepentingan, pihak lain, pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya, pihak yang dirugikan, pihak yang perlu diberitahu, pihak yang paling berhak, dan pihak lain yang terkait.

Berbagai penjelasan hukum tentang konsep pihak ketiga dan istilah lain ini tertulis dalam ringkasan disertasi Arief Patramijaya berjudul “Perlindungan Hukum Pihak Ketiga yang Beritikad Baik (Bona Fide Third Parties) Atas Harta Kekayaan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang.”

Advokat yang akrab disapa Patra ini mampu mempertahankan disertasinya itu dalam sidang terbuka dihadapan tim penguji yang terdiri dari Prof Basuki Rekso Wibowo; Dr Yenti Ganarsih; Dr Rocky Marbun; Dr Dian Puji N Simatupang; dan Dr Hartanto. Promotor disertasi ini yaitu Prof Tb Ronny Nitibaskara, dengan Co-Promotor I Dr Chairul Huda dan Co-Promotor II Firman Wijaya. Patra meraih nilai sangat memuaskan dan dinyatakan layak menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana.

Patra menjelaskan disertasinya ini meneliti perlindungan hukum pihak ketiga yang beritikad baik (bona fide third parties) dalam memperoleh harta kekayaan yang dimilikinya ketika dikaitkan dengan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Indonesia. Dia menilai proses peradilan seringkali terlalu mengedepankan hak-hak tersangka atau terdakwa. Dengan kata lain, peradilan pidana saat ini dapat dikatakan belum mengakomodir kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik yang seharusnya dilindungi.

1 2 3 4 5 62 63 64 65

Dalam perkara yang dijadikan objek disertasinya ini, Patra menjelaskan perlindungan hukum terhadap pihak ketiga belum terjamin dalam proses hukum (due of law). Misalnya, tidak ada kewajiban penyidik untuk membuktikan alasan penyitaan harta kekayaan pihak ketiga. Begitu pula majelis hakim dalam ketika memutuskan harta kekayaan tersebut dirampas negara atau dikembalikan (ke pemiliknya).  

“Harusnya ada kewajiban, misalnya penyidik membuktikan melalui akuntansi forensik atau analisa PPATK yang kemudian menjadi dasar melakukan penyitaan harta kekayaan pihak ketiga,” kata Patra dalam sidang terbuka disertasi di Tangerang, Banten, Selasa (27/10/2020).

Penyidik diberikan kewenangan melakukan upaya paksa, seperti penyitaan, pemblokiran, dan/atau pembekuan properti atau aset pihak ketiga. Tindakan ini terkait proses pembuktian di persidangan. Pengadilan akan memutus apakah harta kekayaan pihak ketiga dalam pemeriksaan perkara pidana dirampas oleh negara atau dikembalikan kepada yang bersangkutan jika tidak terkait dengan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang disangkakan, didakwakan, dan/atau diajukan penuntutan di pengadilan.

Dalam sejumlah putusan perkara pidana korupsi, Patra melihat majelis hakim yang memeriksa dan memutus status harta kekayaan/harta benda dan uang yang sejak proses penyidikan disita oleh penyidik, dibekukan atau diblokir, dan baru dikembalikan kepada pemiliknya jika perkara sudah diputuskan (inkracht). Persoalannya, pihak ketiga yang harta kekayaannya disita tidak dapat menggunakan atau memanfaatkannya dalam waktu yang tidak sebentar.

Patra menghitung penyelesaian perkara pidana korupsi secara normatif memakan waktu 5 bulan di tingkat pertama; 3 bulan tingkat banding. Penyelesaian perkara lebih lama di tingkat kasasi karena butuh waktu sekitar 8 bulan. Belum lagi jika dihitung jika dihitung sejak tahap penyidikan, tentunya harta kekayaan atau uang yang disita akan lebih lama lagi. “Dalam konteks ini, analisis biaya, manfaat dalam teori ekonomi menjadi relevan untuk dipertimbangkan oleh penyidik saat memutuskan untuk melakukan upaya paksa (penyitaan, red) terhadap pihak ketiga,” ujarnya.

Yatra Thank You

Your booking has been confirmed. We will get back to you soon.

Read More

Yatra Cart

Your tour cart is empty. Please select any of the booking first.

Read More

Yatra Checkout

Your cart is empty. Please add any of the tour on the cart first.

Read More

Dia mengakui secara normatif, Pasal 194 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (2) KUHAP menjamin barang bukti atau benda yang disita dikembalikan kepada pihak yang paling berhak dalam putusan pengadilan. Namun, tidak ada upaya hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik untuk mempertahankan hak atas benda yang dirampas untuk negara dalam putusan pengadilan, kecuali upaya hukum keberatan dalam waktu paling lambat 2 bulan berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).  

“Terhadap penetapan hakim atas surat keberatan ini, sebagaimana diatur Pasal 19 ayat (5) UU Pemberantasan Tipikor dimungkinkan pemohon (pihak ketiga) dan penuntut umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).”

Persoalan juga muncul dalam pemeriksaan di persidangan. Patra melihat ini terjadi karena absennya kewajiban penuntut umum menguraikan alasan dan dasar hukum barang-barang bukti berupa harta kekayaan disita, diblokir, dan/atau dibekukan. Di satu sisi, pengadilan melalui amarnya dapat memutuskan merampas barang bukti terkait dengan tindak pidana. Di sisi lain, pengadilan juga dapat memutus untuk tidak merampas barang bukti milik pihak ketiga yang terkait dengan tindak pidana meskipun UU memerintahkan untuk merampasnya.

Dalam disertasinya, Patra menjelaskan tindak pidana korupsi dan pencucian uang umumnya terkait harta kekayaan seseorang, tidak hanya pelakunya, tapi juga harta kekayaan pihak ketiga. Terdapat irisan hukum pidana korupsi dengan hukum pidana pencucian uang dalam konteks pihak ketiga ini. Dalam perspektif tindak pidana pencucian uang, pihak ketiga yang tidak beritikad baik dapat dituntut dengan Pasal 5 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Patra menerangkan jika pihak ketiga terbukti tidak beritikad baik, yang bersangkutan dapat diproses hukum menjadi tersangka. Sebaliknya, jika terbukti ada itikad baik, yang bersangkutan harus dilindungi. Sesuai UU No.8 Tahun 2010, menurut Patra memberlakukan ketentuan sanksi pidana yang sama antara pelaku pembantu (medeplictige) dengan pelaku utama (dader) tindak pidana pencucian uang. Begitu juga pihak ketiga yang menerima hasil tindak pidana pencucian uang, dapat diminta pertanggungjawaban pidana.

1 2 3 4 5 7 8 9 10

Mengutip Pasal 16 KUHAP, Patra menyebut penyidik diberi kewenangan melakukan upaya terhadap harta kekayaan siapapun, termasuk pihak ketiga jika dinilai penting untuk pembuktian di persidangan. Begitu pula Pasal 47 ayat (1) UU KPK, mengatur atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri berkaitan dengan tugas penyidikan. Pasal 12 ayat (1) huruf d UU KPK juga mengatur kewenangan KPK memerintahkan bank atau lembaga keuangan untuk memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait.

Persoalannya, pihak ketiga tidak dapat menggunakan dan/atau memanfaatkan harta kekayaannya karena disita, diblokir, dibekukan untuk kepentingan pembuktian di persidangan atau dirampas berdasarkan keputusan pengadilan. Meskiipun tidak ada satu pun perbuatan pihak ketiga yang dimintai pertanggungjawaban pidana terkait tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan tersangka atau terdakwa.

Wajib melindungi pihak ketiga beritikad baik

Istilah pihak ketiga yang beritikad baik tertuang antara lain dalam Pasal 19 dan Penjelasan Pasal 38 ayat (7) UU Pemberantasan Tipikor. Konvensi PBB tahun 2003 yang diratifikasi melalui UU No.7 Tahun 2006 memuat kewajiban negara melindungi pihak ketiga yang beritikad baik. Konvensi ini menyebutkan negara wajib hukum dengan cara membuat aturan hukum yang melindungi pihak ketiga yang beritikad baik dalam hal yang terjadi pembekuan, penyitaan, dan pengambilan dokumen. Demikian pula dalam hal terjadi kejahatan atau perampasan aset dalam tindak pidana korupsi.

Putusan MK No.021 / PUU-III / 2005 terkait perampasan hak milik, menurut Patra telah memberikan pertimbangan hukum. Pertimbangan hukum ini dalam setiapampasan hak milik dapat dibenarkan sepanjang dilakukan sesuai dengan prinsip karena proses hukum , dan perlindungan atas hak milik pihak ketiga yang beritikad baik. “Dengan pertimbangan pertimbangan hukum putusan MK tersebut, jelas perampasan harta kekayaan pihak ketiga yang melanggar prinsip karena proses hukum melanggar hak asasi manusia dan bentuk ketidakadilan,” paparnya.

Patra menyimpulkan selama ini perlindungan hukum pihak ketiga yang beritikad baik atas harta kekayaan dalam perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sangat terbatas. Seringkali terjadi ketidakadilan dan hak atas hak atas pihak ketiga dalam proses hukum perkara pidana korupsi dan pencucian uang oleh penyidik, penuntut umum, dan majelis hakim tindak pidana korupsi di Indonesia.

1 2 3 4 5 36 37 38 39

Perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik dalam perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang menurut Patra hanyalah bersifat “belas kasihan” dari aparat penegak hukum yang bersangkutan. Praktiknya, penerapan perlindungan hukum pihak ketiga yang beritikad baik dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang sangat beragam dan berbeda-beda sebagaimana terlihat dalam 12 putusan dalam penelitian disertasi ini.

Dia mengingatkan penyidik, penuntut umum, dan hakim berperan penting untuk mencapai tujuan hukum yakni mewujudkan keadilan dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak ketiga, termasuk perlindungan atas harta kekayaan yang dimilikinya dengan itikad baik. Sebab, hukum pidana belum memadai untuk menentukan apakah pihak ketiga beritikad baik atau buruk. Oleh karenanya penyidik, penuntut umum, dan hakim perlu menggunakan pendekatan interdisipliner dalam menjalankan kewenangannya.


Pada akhir disertasnya, Patra memberikan 6 hal. Pertama, dalam proses penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang, diperlukan pendekatan analisis ekonomi agar sejalan dengan tujuan pemberantasan kejahatan yang meningkatkan efisiensi ekonomi. Kedua, diperlukan untuk mengatur mengenai kewajiban penuntut umum untuk menguraikan alasan dan dasar penyitaan harta kekayaan pihak ketiga dalam surat dakwaan. Pengaturan ini dapat dimuat dalam Surat Edaran Jaksa Agung.

Ketiga, perlu diatur kewajiban untuk memanggil pihak ketiga yang beritikad baik selaku saksi di persidangan untuk membuktikan itikad baik. Perlu diatur pula mengenai hak pihak ketiga untuk menyatakan setuju terhadap putusan pengadilan yang telah memiliki hak hukum tetap yang menyatakan hak milik pihak ketiga dirampas negara. “Pengaturan ini idealnya dimuat dalam revisi KUHAP,” usul Patra.

Keempat, pengertian pengertian dan asas itikad baik dalam hukum perdata, harta kekayaan yang dimiliki dan / atau dikuasai oleh pihak ketiga harus dilindungi. Meskipun kemudian hari diketahui bahwa pemberi dan / atau barang adalah orang yang melakukan tindak pidana. Contohnya, aset dan harta kekayaan tersebut tetap boleh dikuasai dan / atau dikelola oleh pihak ketiga yang beritikad baik. Dia pengaturan ini dapat dimuat dalam peraturan MA.

1 2 3 4 5 25 26 27 28

Kelima, perlu ketentuan yang mewajibkan bukti bukti langsung kepada dan dimana / ditempat barang bukti (disita) pada saat penyidikan bagian dari pelayanan kepada masyarakat oleh aparat kejaksaan. Pengaturan ini dapat dimuat dalam Surat Edaran Jaksa Agung.

Keenam, demi mewujudkan keadilan dan perlindungan HAM, yang perlu diatur ganti kerugian dan / atau pemberian kompensasi kepada pihak ketiga yang harta kekayaannya disita dan oleh pengadilan yang mempunyai hak hukum tetap kepada pihak yang berwenang. Hal ini disebabkan selama proses hukum, yang tidak dapat menggunakan / memanfaatkan harta karun akibat upaya paksa ini. Idealnya, pengaturan ini dimuat dalam KUHAP.

Patra berharap disertasinya ini dapat menjadi masukan bagi perumusan rancangan KUHAP, peraturan MA, peraturan Jaksa Agung, dan peraturan Kepala Polri. Selain itu, disertasi ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan doktrin hukum bagi perkembangan hukum pidana materil dan formiil di Indonesia, terutama dalam perlindungan hak dan kepentingan warga negara dalam sistem peradilan pidana.

Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”:

  1. KABAR GEMBIRA TELAH DIBUKA: PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA) ANGKATAN IX ANGKATAN 2020 DPC PERADI BANDUNG BEKERJASAMA DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
  2. Nikson Kennedy Marpaung, S.H, M.H, CLA
  3. LIDOIWANTO SIMBOLON, SH
  4. Priston Tampubolon, S.H
  5. INILAH DAFTAR ALAMAT DPC PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI) SELURUH INDONESIA
  6. SEJARAH HUKUM PIDANA INDONESIA
  7. Inilah Biografi Lengkap 7 Presiden Republik Indonesia Dari Dari Indonesia Merdeka Hingga Saat Ini
  8. Kabar Gembira, Ayo Ikuti Webinar Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Bandung
  9. Ulasan Lengkap Tentang Dasar Hukum Pengangguhan Penahanan
  10. Profil Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan
  11. Perlindungan Hak Asasi Manusia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Intelijen Republik Indonesia
  12. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Bagi Tenaga Kerja Indonesia Di Negara Penerima Kerja
  13. Bagaimana Cara Mendirikan PT (Persero)
  14. Ketentuan-Ketentuan Hukum Dalam Bahasa Inggris
  15. Sejarah KUHP Di Indonesia
  16. TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN
  17. TUJUAN HUKUM PIDANA
  18. MACAM-MACAM SANKSI PIDANA DAN PENJELASANNYA
  19. MENGENAL BUDAYA BATAK, DALIHAN NA TOLU DAN PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PERKAWINANNYA
  20. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
  21. ADVOKAT ADALAH PENEGAK HUKUM, APA KATA HUKUM ???
  22. APA SAJA HAK – HAK ANDA DAN APA SAJA MEMBERI HUKUM YANG DILALUI KETIKA MENGHADAPI MASALAH HUKUM DALAM PERKARA PIDANA BAIK DI KEPOLISAN, KEJAKSAAN, PENGADILAN NEGERI, PENGADILAN TINGGI DAN MAHKAMAH AGUNG
  23. BIDANG PERLINDUNGAN & PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT DPC PERADI BANDUNG
  24. Rekomendasi Objek Wisata Terbaik Di Provinsi Jawa Barat
  25. Profil Purnawirawan Walikota TNI AD Muhammad Saleh Karaeng Sila
  26. Dampak Covid-19 Bagi Perusahaan Dan Imbasnya Bagi Karyawan
  27. Penasaran, Apa Sih Arti Normal Baru Dalam Pandemi Copid-19
  28. Info Kantor Hukum Kota Bandung & Cimahi
  29. TUJUAN PEMIDANAAN DAN TEROI-TEORI PEMINDANAAN
  30. TEORI-TEORI PEMIDANAAN
  31. Informasi Daftar Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Seluruh Indonesia
  32. 8 Pengacara Batak Paling Terkenal di Indonesia Yang Bisa Dijadikan Inspirasi
  33. Dafar Nama Perusahaan Di Kota Bandung
  34. DAFTAR PUSAT BANTUAN HUKUM PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA SELURUH INDONESIA
  35. Daftar Kantor Pengacara Di Bandung
  36. Daftar Nama dan Alamat Perusahaan BUMN di Bandung dan Jakarta
  37. Bagaimana Proses dan Perbaikan Penyelesaian Perkara Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian?
  38. Upaya Hukum Terhadap Sertifikat Yang Tidak Dapat Diserahkan Bank atau pengembang Kepada Pemegang Cessie Yang Baru.
  39. Bagaimana Cara Pengajuan Penundaan Pembayaran dan Keringanan Hutang Ditengah Pandemi Covid-19
  40. Cara dan Prosedur Melaporkan Tindak Pidana Di Kepolisian
  41. Apakah Suatu Ketentuan Hukum Boleh Bertentangan Dengan Hukum Diatasnya? Bagaimana Jenis Dan Hierarki Peraturan Perundang-Undang Di Indonesia?
  42. RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Harus Lindungi Hak-Hak Pekerja / Buruh
  43. Apa Syarat Agar Dapat Diterima Perusahaan Pailit?
  44. Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
  45. SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
  46. Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
  47. Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
  48. Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
  49. Cara meminta Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
  50. Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *