Ulasan Mengenai Pemeriksaan Setempat Oleh Hakim Dalam Perkara Tanah – Berita Terbaru Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s

Asas Hakim Pasif

Berita Terbaru Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s : Mengacu pada kronologis singkat yang Anda sampaikan, dapat diasumsikan telah terjadi kesalahan dalam proses pembuktian di persidangan. Hal yang pertama kali perlu dipahami adalah bahwa hakim dalam memeriksa dan memutus perkara perdata, tidak boleh melampaui apa yang sudah tertuang di dalam petitum penggugat atau pun gugatan secara keseluruhan.

Yang kedua, hakim dalam perkara perdata itu terikat kepada asas pemeriksaan yang pasif, dan dilarang bersifat aktif. Hal ini bertolak belakang dengan asas pemeriksaan dalam hukum pidana, di mana hakim justru wajib untuk bersifat aktif. Oleh karenanya, dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perdata, hakim terikat dengan pencarian kebenaran formil. Sedangkan, hakim dalam perkara pidana, terikat untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil.

Mengacu pada asas pemeriksaan pasif dalam hukum acara perdata, hakim tidak memiliki kewenangan untuk memanggil dan memeriksa BPN sebagai saksi. Artinya, siapapun saksi yang dihadirkan merupakan hak dan kewajiban dari pihak Penggugat dan Tergugat.

  1. Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
  2. SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
  3. Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
  4. Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
  5. Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
  6. Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
  7. Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata

Di sisi lain, Ketentuan pasal 132 HIR, menyatakan bahwa jika dianggap perlu hakim Ketua Sidang berhak untuk memberi nasehat, menunjukkan upaya hukum, dan memberi keterangan kepada kedua pihak yang berperkara demi keteraturan dan kebaikan jalannya pemeriksaan perkara.[1]

Selain itu, Pasal 138 HIR menyebutkan jika alat bukti surat dibantah kebenarannya oleh pihak lawan, maka hakim berhak memerintahkan pemeriksaan atas kebenaran alat bukti surat tersebut. Sehingga hakim tidak serta merta mempercayai kebenaran suatu alat bukti atau menerima begitu saja bantahan alat bukti tersebut.[2]

Hakim memiliki kewajiban dan hak untuk melakukan penyelidikan atas alat bukti yang diperdebatkan itu. Ini berarti hakim bertindak aktif dalam menentukan kebenaran suatu perkara. Misalnya terjadi bantahan atas keaslian akta otentik tertentu, maka hakim akan memerintahkan pemeriksaan terhadap alat bukti tersebut dengan menggunakan prosedur yang dinamakan acara pemeriksaan keaslian.[3]

Gugatan Kurang Pihak

Namun demikian, hukum acara perdata telah menyiapkan suatu tahapan bagi Tergugat untuk menyampaikan bantahan berupa keberatan (eksepsi) terhadap kurangnya para pihak yang hendak digugat. Dalam ranah teoretis, eksepsi dikenal dengan eksepsi kurang pihak (plurium litis consortium) yang merupakan salah satu bentuk dari error in persona.

Apabila, pihak Tergugat mengajukan keberatan (eksepsi) dengan model plurium litis consortium, dan Tergugat mampu mengkonstruksikan alasan-alasan mengapa BPN perlu ditarik juga sebagai pihak Turut Tergugat/Tergugat. Serta apabila, hakim bersepakat dengan materi eksepsi tersebut, maka gugatan akan dinyatakan Gugatan Tidak Dapat Diterima (niet ontvankelijke verklaard).

Pemeriksaan Setempat

Namun demikian, dalam proses memeriksa, mengadili, dan memutus perkara sengketa kepemilikan tanah, seharusnya hakim dapat melaksanakan salah satu proses pembuktian yang dikenal dengan istilah plaatsopneming (Pemeriksaan Setempat), sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR/Pasal 180 RBg jo. Pasal 211 Rv. Adapun Pasal 153 ayat (1) HIR berbunyi sebagai berikut: Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka Ketua boleh mengangkat satu atau duaorang Komisaris dari pada dewan itu, yang dengan bantuan panitera Pengadilan Negeriakan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapatmenjadi keterangan bagi hakim.

Selain ketentuan tersebut di atas, terdapat Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat (“SEMA 7/2001”) yang memberikan wewenang bagi hakim untuk melaksanakan proses persidangan di luar pengadilan, dan langsung pada lokasi objek sengketa. Tujuan dari adanya Pemeriksaan Setempat tersebut adalah guna memperoleh kepastian mengenai lokasi, ukuran dan batas serta kualitas dari objek sengketa berupa barang tidak bergerak yaitu tanah, salah satunya.

Permasalahannya adalah, dengan mengacu kepada Pasal 153 HIR/Pasal 180 RBg jo. Pasal 211 Rv di atas, dalam melaksanakan Pemeriksaan Setempat adalah merupakan wewenang jabatan. Artinya, hakim lah yang merasa berkepentingan untuk memperoleh kepastian tersebut. Oleh karena itu, Pemeriksaan Setempat merupakan alat bukti yang bebas, di mana kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim. Hal ini merupakan pemahaman dasar secara inherent yang melekat dalam diri setiap hakim.

Menurut SEMA 7/2001 pun memberikan perubahan mengenai mekanisme dilaksanakannya Pemeriksaan Setempat yaitu:[4]

  1. Berdasarkan inisiatif hakim karena merasa perlu mendapatkan penjelasan/keterangan yang lebih rinci atas objek perkara;
  2. Diajukan melalui eksepsi atau melalui permintaan dari salah satu pihak yang bersengketa.

Bahkan, apabila dipandang perlu dan atas persetujuan para pihak yang berperkara dapat pula dilakukan Pengukuran dan Pembuatan Gambar Situasi Tanah/Obyek Perkara yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Setempat dengan biaya yang disepakati oleh kedua belah pihak, apakah akan ditanggung oleh Penggugat atau dibiayai bersama dengan Tergugat.[5]

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka pertanyaannya menjadi apakah Anda telah mengajukan permintaan Pemeriksaan Setempat? Jika tidak, ini dapat dikatakan menjadi salah satu kelemahan dalam beracara, sehingga kami asumsikan karenanya sebagai salah satu penyebab putusan memenangkan si Penggugat tersebut.  

Perlu Anda pahami, peradilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri) dan peradilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) dalam ranah teoretis disebut sebagai judex facti. Artinya, suatu peradilan negara yang memiliki wewenang untuk memeriksa fakta-fakta dan bukti-bukti. Sehingga, peradilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi), sejatinya, dikenal pula dengan konsep “peradilan ulangan” yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan. Artinya, hakim pada ranah peradilan ulangan atau peradilan tingkat banding pada Pengadilan Tinggi, masih memiliki wewenang untuk memeriksa ulang keseluruhan proses pembuktian yang telah dilaksanakan oleh hakim pada peradilan tingkat pertama pada Pengadilan Negeri.

Berdasarkan hal tersebut, kami menyimpulkan, Anda memiliki 2 solusi, yaitu:

  1. Segera mengajukan upaya hukum banding, dengan memasukkan permintaan/permohonan Pemeriksaan Setempat dengan mempermasalahkan ketidakjelian dari hakim pada peradilan tingkat pertama pada Pengadilan Negeri; atau
  2. Membiarkan putusan peradilan tingkat pertama tersebut menjadi inkracht (memiliki kekuatan hukum tetap). Setelah itu, Anda mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali yang hanya dibatasi selama 180 hari setelah putusan peradilan tingkat pertama bersifat inkracht.[6]

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”:

  1. KABAR GEMBIRA TELAH DIBUKA: PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA) ANGKATAN IX ANGKATAN 2020 DPC PERADI BANDUNG BEKERJASAMA DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
  2. INILAH DAFTAR ALAMAT DPC PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI) SELURUH INDONESIA
  3. SEJARAH HUKUM PIDANA INDONESIA
  4. Inilah Biografi Lengkap 7 Presiden Republik Indonesia Dari Dari Indonesia Merdeka Hingga Saat Ini
  5. Kabar Gembira, Ayo Ikuti Webinar Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Bandung
  6. Ulasan Lengkap Tentang Dasar Hukum Pengangguhan Penahanan
  7. Profil Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan
  8. Perlindungan Hak Asasi Manusia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Intelijen Republik Indonesia
  9. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Bagi Tenaga Kerja Indonesia Di Negara Penerima Kerja
  10. Bagaimana Cara Mendirikan PT (Persero)
  11. Ketentuan-Ketentuan Hukum Dalam Bahasa Inggris
  12. Sejarah KUHP Di Indonesia
  13. TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN
  14. TUJUAN HUKUM PIDANA
  15. MACAM-MACAM SANKSI PIDANA DAN PENJELASANNYA
  16. MENGENAL BUDAYA BATAK, DALIHAN NA TOLU DAN PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PERKAWINANNYA
  17. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
  18. ADVOKAT ADALAH PENEGAK HUKUM, APA KATA HUKUM ???
  19. APA SAJA HAK – HAK ANDA DAN APA SAJA MEMBERI HUKUM YANG DILALUI KETIKA MENGHADAPI MASALAH HUKUM DALAM PERKARA PIDANA BAIK DI KEPOLISAN, KEJAKSAAN, PENGADILAN NEGERI, PENGADILAN TINGGI DAN MAHKAMAH AGUNG
  20. BIDANG PERLINDUNGAN & PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT DPC PERADI BANDUNG
  21. Rekomendasi Objek Wisata Terbaik Di Provinsi Jawa Barat
  22. Profil Purnawirawan Walikota TNI AD Muhammad Saleh Karaeng Sila
  23. Dampak Covid-19 Bagi Perusahaan Dan Imbasnya Bagi Karyawan
  24. Penasaran, Apa Sih Arti Normal Baru Dalam Pandemi Copid-19
  25. Info Kantor Hukum Kota Bandung & Cimahi
  26. TUJUAN PEMIDANAAN DAN TEROI-TEORI PEMINDANAAN
  27. TEORI-TEORI PEMIDANAAN
  28. Informasi Daftar Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Seluruh Indonesia
  29. 8 Pengacara Batak Paling Terkenal di Indonesia Yang Bisa Dijadikan Inspirasi
  30. Dafar Nama Perusahaan Di Kota Bandung
  31. DAFTAR PUSAT BANTUAN HUKUM PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA SELURUH INDONESIA
  32. Daftar Kantor Pengacara Di Bandung
  33. Daftar Nama dan Alamat Perusahaan BUMN di Bandung dan Jakarta
  34. Bagaimana Proses dan Perbaikan Penyelesaian Perkara Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian?
  35. Upaya Hukum Terhadap Sertifikat Yang Tidak Dapat Diserahkan Bank atau pengembang Kepada Pemegang Cessie Yang Baru.
  36. Bagaimana Cara Pengajuan Penundaan Pembayaran dan Keringanan Hutang Ditengah Pandemi Covid-19
  37. Cara dan Prosedur Melaporkan Tindak Pidana Di Kepolisian
  38. Apakah Suatu Ketentuan Hukum Boleh Bertentangan Dengan Hukum Diatasnya? Bagaimana Jenis Dan Hierarki Peraturan Perundang-Undang Di Indonesia?
  39. RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Harus Lindungi Hak-Hak Pekerja / Buruh
  40. Apa Syarat Agar Dapat Diterima Perusahaan Pailit?
  41. Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
  42. SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
  43. Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
  44. Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
  45. Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
  46. Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
  47. Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata

Sumber: hukumonline

Dasar Hukum:

  1. Herzien Inlandsch Reglement;
  2. Rechtreglement voor de Buitengewesten;
  3. Reglement op de Rechtsvordering;
  4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan;
  5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
  6. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat.

Referensi:

Nely Sama Kamalia. Asas Pasif dan Aktif Hakim Perdata serta Relevansinya dalam Konsep Kebenaran Formal. Pengadilan Agama Rumbia, 2021.


[1] Nely Sama Kamalia. Asas Pasif dan Aktif Hakim Perdata serta Relevansinya dalam Konsep Kebenaran Formal. Pengadilan Agama Rumbia, 2021, hal. 7

[2] Nely Sama Kamalia. Asas Pasif dan Aktif Hakim Perdata serta Relevansinya dalam Konsep Kebenaran Formal. Pengadilan Agama Rumbia, 2021, hal. 7

[3] Nely Sama Kamalia. Asas Pasif dan Aktif Hakim Perdata serta Relevansinya dalam Konsep Kebenaran Formal. Pengadilan Agama Rumbia, 2021, hal. 7

[4] Angka 1 SEMA 7/2001

[5] Angka 2 SEMA 7/2001

[6] Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *