Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor.
Jangan lupa baca juga artikel ini:
- Apa Syarat Agar Dapat Diterima Perusahaan Pailit?
- Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
- SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
- Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
- Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
- Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
- Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata
Sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), agar terjadi perjanjian yang sah, hanya perlu dipenuhi empat syarat:
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu pokok persoalan tertentu;
- suatu sebab yang halal/tidak terlarang.
Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan. Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Hak Tanggungan sebagai Satu-Satunya Hak Jaminan atas Tanah Sebagaimana yang telah Anda singgung, sejak berlakunya UUHT, hak tanggungan menjadi satu-satunya hak jaminan atas tanah yang diakui. Penegasan tersebut dapat Anda temukan dalam Alinea Ketiga Angka 5 Penjelasan Umum UUHT, yang berbunyi: “Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah, dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang merupakan salah satu tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria. Per definisi, hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur la
Adapun obyek hak tanggungan adalah sebagai berikut:
- Hak atas tanah, yang dibebani hak tanggungan yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan.
- Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.
- Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.
Syarat-syarat Pembebanan Hak Tanggungan
Sesuai UUHT, inilah beberapa syarat pembebanan Hak Tanggungan yang harus dipenuhi:
- Pemberian Hak Tanggungan wajib diawali dengan perjanjian pemberian Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang. Bagian ini termasuk ke dalam perjanjian kredit yang bersangkutan atau perjanjian lain yang menyebabkan utang tersebut.
- Pemberian Hak Tanggungan juga harus memenuhi persyaratan spesialitas. Persyaratan ini meliputi: nama serta identitas jelas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan, domisili kedua pihak tersebut, dan penunjukan utang atau utang-utang terkait secara jelas. Utang atau utang-utang tersebut dijaminkan pelunasannya melalui Hak Tanggungan. Persyaratan lainnya termasuk nilai tanggungan serta uraian jelas terkait objek Hak Tanggungan.
- Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas. Caranya berupa pendaftaran Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan setempat. Dalam hal ini, Anda harus mendatangi kantor wilayah Kabupaten atau Kotamadya.
- Sertifikat Tanggungan harus berisi titel eksekutorial, yaitu kata-kata: “Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”.
- Bila pihak debitur tidak bisa memenuhi janji pelunasan utang sesuai kesepakatan bersama, maka pemegang Hak Tanggungan berhak atas objek Hak Tanggungan. Tentu saja, sebelumnya pihak bank mencari solusi lewat musyawarah dulu.
Bila solusi tidak ditemukan lewat musyawarah, maka langkah selanjutnya adalah mengacu pada UU Nomor 4 Tahun 2006 Pasal 6 terkait Utang Piutang, yaitu:
“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
Tata Cara Pembebanan Hak Tanggungan
Lalu, bagaimana dengan prosedur Pembebanan Hak Tanggungan?
- Awali dengan tahap pemberian Hak Tanggungan di depan PPAT yang berwenang. Hal ini dibuktikan dengan adanya APHT, sebelum diakhiri dengan tahap pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan setempat.
- Pihak debitur (atau pihak lain terkait) sebagai pemberi Hak Tanggungan harus hadir di kantor PPAT, sebab pihak yang berwenang membuat APHT adalah PPAT.
- APHT yang dibuat oleh PPAT harus mengandung persyaratan spesialitas dan nominal pinjaman penunjukan objek Hak Tanggungan. Selain itu, APHT juga harus sesuai dengan UUHT pasal 11 ayat 2, pasal 2 ayat 2, dan pasal 20.
- Pasal 11 ayat 2 UUHT berisi hal-hal yang diperjanjikan oleh kreditur dan debitur. Pasal 2 ayat 2 UUHT berisi janji Roya Partial, sementara pasal 20 UUHT berisi janji penjualan objek Hak Tanggungan di bawah tangan.
- Sertifikat Hak Tanggungan dikeluarkan untuk kepentingan kreditur. Sertifikat ini terdiri dari salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan APHT.
Rumah (atau properti lain) yang dibeli menjadi jaminan dalam KPR. Tuntaskan dulu transaksi jual beli dengan Akta Jual Beli yang Anda tanda tangani. Setelah itu, barulah menandatangani APHT.
Apabila debitur tidak membayar utangnya sebagaimana diperjanjikan (ingkar janji) maka Kreditur berhak mengeksekusi benda (objek) milik debitur yang menjadi jaminan tersebut.
Adapun cara eksekusinya, menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT), ada 3 macam sebagai berikut:
I. Eksekusi melalui pengadilan
Eksekusi jaminan utang dapat melalui pengadilan, sebab dalam akta atau sertifikat hak tanggungan terdapat titel “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang membuat sertifikat hak tanggungan tersebut punya kekuatan eksekutorial (dapat dieksekusi) seperti putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. (lihat Pasal 14 ayat 2 dan 3 UUHT serta penjelasannya).
Caranya, anda cukup mengajukan permohonan eksekusi ke Ketua Pengadilan Negeri di mana objek tanah (jaminan) berada. Atas dasar permohonan tersebut, Ketua Pengadilan akan melakukan aanmaning (peringatan) kepada debitur dan kemudian melakukan pelelangan dengan bantuan kantor lelang. Adapun dasarnya adalah sebagai berikut, yaitu:
- Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
- Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996).
- Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA (Pasal 13 ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
- Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
- Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996).
- Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/ atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
- Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan;
- tidak memuat kuasa substitusi;
- mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan;
- Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap.
- Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.
- Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dan semua beban, kepada pembeli lelang.
- Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (11) HIR.
- Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun 1996 yang juga dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hak tanggungan pertama, Janji ini hanya berlaku untuk pemegang Hak tanggungan pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat (2) j UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan), maka apabila ada Hak tanggungan lain-¬lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua Hak tanggungan yang membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa.
- Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.
- Penjualan (lelang) benda tetap harus di umumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang (Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg).
II. Eksekusi atas kekuasaan sendiri
Eksekusi atas kekuasaan sendiri, maksudnya anda bisa mengeksekusi (menjual) tanah tersebut atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan hasilnya anda ambil untuk melunasi utang debitur kepada anda. (lihat Pasal 20 ayat 1 huruf a Jo Pasal 6 UUHT)
Dalam eksekusi atas kekuasaan sendiri, Anda tidak perlu meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat. Cukup mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara setempat untuk dilaksanakan pelelangan umum atas tanah (objek hak tanggungan) tersebut.
III. Eksekusi melalui penjualan di bawah tangan
Artinya, Anda bisa menjual objek (tanah) tersebut di bawah tangan, tanpa harus melalui penetapan pengadilan (cara No. 1) ataupun melalui kantor pelelangan umum (cara No. 2).
Hal ini bisa dilakukan selama ada kesepakatan/persetujuan antara pemberi (debitur) dan pemegang hak tanggungan (kreditur), dan dengan cara tersebut akan diperloleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. (lihat Pasal 20 ayat 2 UUHT)
Caranya, dengan mencantumkan dalam perjanjian utang-piutang, bahwa anda berwenang menjual sendiri tanah tersebut secara di bawah tangan, atau minta debitur memberikan Surat Kuasa Khusus yang memberikan kekuasaan kepada anda untuk dapat menjual sendiri tanah tersebut secara di bawah tangan.
Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”:
- KABAR GEMBIRA TELAH DIBUKA: PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA) ANGKATAN IX ANGKATAN 2020 DPC PERADI BANDUNG BEKERJASAMA DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
- Nikson Kennedy Marpaung, S.H, M.H, CLA
- LIDOIWANTO SIMBOLON, SH
- Priston Tampubolon, S.H
- INILAH DAFTAR ALAMAT DPC PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI) SELURUH INDONESIA
- SEJARAH HUKUM PIDANA INDONESIA
- Inilah Biografi Lengkap 7 Presiden Republik Indonesia Dari Dari Indonesia Merdeka Hingga Saat Ini
- Kabar Gembira, Ayo Ikuti Webinar Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Bandung
- Ulasan Lengkap Tentang Dasar Hukum Pengangguhan Penahanan
- Profil Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan
- Perlindungan Hak Asasi Manusia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Intelijen Republik Indonesia
- Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Bagi Tenaga Kerja Indonesia Di Negara Penerima Kerja
- Bagaimana Cara Mendirikan PT (Persero)
- Ketentuan-Ketentuan Hukum Dalam Bahasa Inggris
- Sejarah KUHP Di Indonesia
- TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN
- TUJUAN HUKUM PIDANA
- MACAM-MACAM SANKSI PIDANA DAN PENJELASANNYA
- MENGENAL BUDAYA BATAK, DALIHAN NA TOLU DAN PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PERKAWINANNYA
- ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
- ADVOKAT ADALAH PENEGAK HUKUM, APA KATA HUKUM ???
- APA SAJA HAK – HAK ANDA DAN APA SAJA MEMBERI HUKUM YANG DILALUI KETIKA MENGHADAPI MASALAH HUKUM DALAM PERKARA PIDANA BAIK DI KEPOLISAN, KEJAKSAAN, PENGADILAN NEGERI, PENGADILAN TINGGI DAN MAHKAMAH AGUNG
- BIDANG PERLINDUNGAN & PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT DPC PERADI BANDUNG
- Rekomendasi Objek Wisata Terbaik Di Provinsi Jawa Barat
- Profil Purnawirawan Walikota TNI AD Muhammad Saleh Karaeng Sila
- Dampak Covid-19 Bagi Perusahaan Dan Imbasnya Bagi Karyawan
- Penasaran, Apa Sih Arti Normal Baru Dalam Pandemi Copid-19
- Info Kantor Hukum Kota Bandung & Cimahi
- TUJUAN PEMIDANAAN DAN TEROI-TEORI PEMINDANAAN
- TEORI-TEORI PEMIDANAAN
- Informasi Daftar Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Seluruh Indonesia
- 8 Pengacara Batak Paling Terkenal di Indonesia Yang Bisa Dijadikan Inspirasi
- Dafar Nama Perusahaan Di Kota Bandung
- DAFTAR PUSAT BANTUAN HUKUM PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA SELURUH INDONESIA
- Daftar Kantor Pengacara Di Bandung
- Daftar Nama dan Alamat Perusahaan BUMN di Bandung dan Jakarta
- Bagaimana Proses dan Perbaikan Penyelesaian Perkara Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian?
- Upaya Hukum Terhadap Sertifikat Yang Tidak Dapat Diserahkan Bank atau pengembang Kepada Pemegang Cessie Yang Baru.
- Bagaimana Cara Pengajuan Penundaan Pembayaran dan Keringanan Hutang Ditengah Pandemi Covid-19
- Cara dan Prosedur Melaporkan Tindak Pidana Di Kepolisian
- Apakah Suatu Ketentuan Hukum Boleh Bertentangan Dengan Hukum Diatasnya? Bagaimana Jenis Dan Hierarki Peraturan Perundang-Undang Di Indonesia?
- RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Harus Lindungi Hak-Hak Pekerja / Buruh
- Apa Syarat Agar Dapat Diterima Perusahaan Pailit?
- Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
- SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
- Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
- Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
- Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
- Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata
- Tips Hukum Agar Diskresi Tidak Dikategorikan Melakukan Penyalahgunaan Wewenang
- Mengapa Mahkamah Konsitusi Menolak Uji Aturan Syarat Advokat, Ini Alasannya !
- PARKARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL TINGKAT KASASI DAN PENINJAUAN KEMBALI
- PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHK) PADA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
- PERMASALAHAN HUKUM ATAS PEMBELIAN RUMAH INDENT
Dasar Hukum:
- Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 90-92.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.