fbpx

Mengenal Jenis Jenis Eksepsi dalam Hukum Acara Perdata

Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”:  Eksepsi secara umum berarti pengecualian, namun dalam konteks hukum acara perdata bermakna tangkisan atau bantahan (objection) yang ditujukan kepada hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan, mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima (inadmissible).

Baca juga artikel ini:

  1. Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
  2. SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
  3. Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
  4. Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
  5. Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
  6. Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
  7. Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata

Eksepsi sebagaimana diatur didalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 132 dan Pasal 133 Herziene Inlandsch Reglement (HIR), hanya memperkenalkan eksepsi kompetensi absolut dan relatif. Namun pada Pasal 136 HIR mengindikasikan adanya beberapa jenis eksepsi. Sebahagian besar diantaranya bersumber dari ketentuan pasal peraturan perundang-undangan tertentu. Misalnya, eksepsi ne bis in idem, ditarik dari kontruksi Pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Eksepsi surat kuasa khusus yang tidak memenuhi syarat, bertitik tolak dari Pasal 123 ayat (1) HIR, dan sebagainya.

Secara teoritis, pada umumnya eksepsi dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu eksepsi prosesual dan eksepsi materil yang masing-masing juga memiliki jenis-jenis. Akan tetapi, dalam praktik jarang dipermasalahan ke dalam golongan mana eksepsi yang diajukan. Yang penting eksepsi yang diajukan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Untuk memahami lingkup eksepsi, akan diuraikan jenisnya dari pendekatan teoritis.

EKSEPSI PROSESUAL (Processuele Exceptie)

Secara garis besar, Eksepsi prosesual dapat dibagi kepada dua bagian yaitu :

1. Eksepsi Tidak Berwenang Mengadili (Exceptie Van Onbeveoheid)

a. Tidak berwenang mengadili secara absolut

Kompetensi absolut yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan kewenangan absolut pada lingkungan pengadilan (Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer), Peradilan Khusus (Arbitrase, Pengadilan Niaga, dan lain-lain).

b. Tidak berwenang mengadili secara relatif

​​​Kompetensi relatif yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan yurisdiksi atau wilayah hukum dari suatu pengadilan dalam satu lingkungan peradilan yang sama, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 118 HIR. Berdasarkan ketentuan tersebut, telah digariskan cara menentukan kewenangan relafif Pengadilan Negeri berdasarkan patokan berikut :

Actor sequitur forum rei (forum domicili)

Patokan pokok ini menggariskan bahwa yang berwenang mengadili sengketa adalah Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tergugat bertempat tinggal.

Actor sequitur forum rei dengan hak opsi

Apabila tergugat terdiri dari beberapa orang, dan masing-masing bertempat tinggal di wilayah hukum Pengadilan Negeri yang berbeda, undang-undang memberikan hak opsi kepada penggugat untuk memilih Pengadilan Negeri mana yang dianggapnya paling menguntungkan.

Actor sequitur forum rei tanpa hak opsi

Apabila tergugat terdiri dari debitur (principal) dan penjamin, kompetensi relatif mutlak berpatokan pada tempat tinggal debitur, tidak dibenarkan diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat tinggal penjamin.

Tempat tinggal penggugat

Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui yang berwenang mengadili secara relatif adalah Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tinggal penggugat.

Forum rei sitae

Jika objek sengketa terdiri dari benda tidak bergerak, sengketa jatuh menjadi kewenangan relatif Pengadilan Negeri di tempat barang itu terletak.

Forum rei sitae dengan hak opsi

Jika objek sengketa benda tidak bergerak terdiri dari beberapa buah, dan masing-masing terletak di daerah hukum Pengadilan Negeri yang berbeda, penggugat dibenarkan mengajukan gugatan kepada salah satu Pengadilan Negeri tersebut.

Domisili pilihan

Para pihak boleh menyepakati salah satu Pengadilan Negeri yang diberi wewenang secara relatif untuk menyelesaikan sengketa yang timbul diantara mereka. Dalam hal demikian, terdapat dua kompetensi relatif yang dapat dimanfaatkan, yaitu:

  • Dapat berdasarkan patokan actor sequitur forum rei, atau
  • Dapat diajukan ke Pengadilan Negeri yang dipilih berdasarkan kesepakatan domisili pilihan.

2. Eksepsi syarat formil

a. Surat kuasa khusus tidak sah

a.1. Surat kuasa bersifat umum

Surat kuasa yang bersifat umum untuk melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan untuk kepentingan pemberi kuasa, merupakan surat kuasa umum berdasarkan Pasal 1795 KUH Perdata, bukan surat kuasa khusus yang dimaksud Pasal 123 HIR. Oleh karena itu, tidak sah dipergunakan bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa di depan pengadilan. Hal tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 531 K/Sip/1973/25-7-1974, menyatakan :

“Surat Kuasa untuk menjaga, mengurus harta, tanah, rumah, utang, dan semua kepentingan pemberi kuasa adalah kuasa umum.”

a.2. Surat kuasa tidak memenuhi syarat formil yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 01 Tahun 1971 (23 Januari 1971) jo. SEMA No. 6 Tahun 1994 (14 Oktober 1994)

Berdasarkan ketentuan tersebut surat kuasa khusus (bijzondere schriftelijke machtiging), harus dengan jelas dan tegas menyebutkan:

  1. Secara spesifik kehendak untuk berpekara di Pengadilan tertentu sesuai dengan kompetensi relatif;
  2. Identitas para pihak yang berpekara;
  3. Menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok perkara dan objek yang diperkarakan, serta
  4. Mencantumkan tanggal serta tanda tangan pemberi kuasa.

Semua syarat itu bersifat kumulatif. Oleh karenanya, apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, surat kuasa tidak sah dan mengandung cacat formil. Hal tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 1712 K/Pdt/1984, menyatakan:

“Surat kuasa yang tidak menyebut pihak atau subjek maupun objek perkara, dianggap tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR dan Sema No. 01 Tahun 1971.”

a.3. Surat kuasa dibuat orang yang tidak berwenang

Dasar umum pemberi kuasa, harus diberikan, dibuat, dan ditandatangani oleh orang yang berwenang untuk itu. Misalnya surat kuasa diberikan dan ditandatangani oleh komisaris perseroan. Padahal berdasarkan Pasal 1 angka 4 dan Pasal 82 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan tegas menyatakan, yang bertindak mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan adalah Direksi, dengan demikian komisaris tidak berwenang memberikan kuasa untuk bertindak mewakili perseroan di Pengadilan. Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 10 K/N/1999, menyatakan:

“Dalam kasus tersebut, Presiden Direktur Bank Papan membuat dan memberikan kuasa kepada seseorang untuk mewakili perseroan di Pengadilan Niaga. Padahal berdasarkan Pasal 40 PP No. 17 Tahun 1999, terhitung sejak tanggal 14 Februari 1998 bank tersebut telah berada di bawah kendali dan pengawasan BPPN. Segala tindakan hukum apa pun yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan, hana dapat dilakukan oleh BPPN dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai Legal Mandatory.”

b. Error in Persona

Bentuk atau jenis eksepsi ini dapat diajukan, meliputi peristiwa sebagai berikut:

b.1. Eksepsi diskualifikasi atau gemis aanhoedanigheid

Yang bertindak sebagai penggugat, bukan orang yang berhak, sehingga orang demikian, penggugat tidak memiliki persona standi in judicio di depan Pengadilan atas perkara tersebut. Misalnya, anak di bawah umur, atau orang yang dibawah perwalian. Perseroan yang belum disahkan sebagai badan hukum bertindak atas nama perseroan, atau yang bertindak bukan direksi perseroan atau yang bertindak mengajukan gugatan atas nama yayasan bukan pengurus. Maka dalam hal demikian tergugat dapat mengajukan eksepsi ini.

b.2. Keliru pihak yang ditarik sebagai tergugat

Misalnya, terjadi perjanjian jual beli antara A dan B. Lantas A menarik C sebagai tergugat agar C memenuhi perjanjian. Dalam kasus tersebut , tindakan menarik C sebagai tergugat adalah keliru, karena C tidak mempunyai hubungan hukum dengan A. Tindakan A bertentangan dengan prinsip partai kontrak yang digariskan Pasal 1340 KUH Perdata, oleh karena itu, C dapat mengajukan eksepsi ini. Salah satu contoh, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 601 K/Sip/1975, tentang seorang pengurus yayasan yang digugat secara pribadi untuk mempertanggungjawabkan sengketa yang berkaitan dengan yayasan. Dalam kasus demikian, orang yang ditarik sebagai tergugat tidak tepat, karena yang semestinya ditarik sebagai tergugat adalah yayasan.

b.3. Exceptio plurium litis consortium

Alasan pengajuan eksepsi ini, apabila orang yang ditarik sebagai tergugat tidak lengkap. Atau orang yang bertindak sebagai Penggugat tidak lengkap. Masih ada orang yang harus ikut dijadikan sebagai penggugat atau tergugat, baru sengketa yang dipersoalkan dapat diselesaikan secara tuntas dan menyeluruh. Salah satu contoh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 621 K/Sip/1975, ternyata sebagian objek harta perkara, tidak dikuasai tergugat, tetapi telah menjadi milik pihak ketiga. Dengan demikian, oleh karena pihak ketiga tersebut tidak ikut digugat, gugatan dinyatakan mengandung cacat plurium litis consortium.

c. Exceptio Res Judicata atau Ne Bis In Idem

Eksepsi ini juga disebut exceptie van gewijsde. Kasus perkara yang sama tidak dapat diperkarakan dua kali. Apabila suatu kasus perkara telah pernah diajukan kepada pengadilan, dan terhadapnya telah dijatuhkan putusan, serta putusan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka terhadap kasus perkara itu, tidak boleh lagi diajukan gugatan baru untuk memperkarakannya kembali. Agar unsur ne bis in idem melekat pada putusan, maka harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 1917 KUH Perdata, Syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif, apabila salah satu diantaranya tidak terpenuhi, pada putusan tidak melekat ne bis in idem, yaitu:

  • Apa yang digugat sudah pernah diperkarakan sebelumnya;
  • Terhadap perkara terdahulu, telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde);
  • Putusan bersifat positif;
  • Subjek atau pihak yang berpekara sama;
  • Objek gugatan sama.

d. Exceptio Obscuur Libel

Yang dimaksud dengan obscuur libel, surat gugatan penggugat tidak terang atau isinya gelap (onduidelijk). Disebut juga formulasi gugatan yang tidak jelas. Padahal agar gugatan dianggap memenuhi syarat formil, dalil gugatan harus terang dan jelas atau tegas (duidelijk). Dalam praktik, dikenal beberapa bentuk eksepsi gugatan kabur. Masing-masing bentuk berdasarkan pada pokok tertentu, antara lain:

  1. Tidak jelas dasar hukum dalil gugatan;
  2. Tidak jelas objek sengketa, terdiri dari :
  • Tidak disebut batas-batas objek sengketa (tanah);
  • Luas tanah berbeda dengan pemeriksaan setempat;
  • Tidak disebutkannya letak tanah;
  • Tidak samanya batas dan luas tanah dengan yang dikuasai tergugat.
  1. Petitum tidak jelasContoh Putusan MA No. 582 K/Sip/1973, Petitum gugatan meminta: Menetapkan hak penggugat atas tanah sengketa, dan menghukum tergugat supaya berhenti melakukan tindakan apapun atas tanah tersebut. Namun, hak apa yang dituntut penggugat tidak jelas. Apakah penggugat ingin ditetapkan sebagai pemilik, pemegang jaminan atau penyewa. Begitu juga petitum berikutnya, tidak jelas tindakan apa yang harus diberhentikan tergugat. Bentuk petitum tidak jelas, antara lain :
  • Petitum tidak terinci; dan
  • Kontradiksi antara posita dengan petitum;
  1. Masalah posita wanprestasi dan perbuatan melawan hukumPada dasarnya tidak sama antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum ditinjau dari sumber, bentuk, maupun wujudnya, sehingga dalam merumuskan posita atau dalil gugatan :
  • Tidak dibenarkan mencampuradukkan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum dalam gugatan;
  • Dianggap keliru merumuskan dalil Perbuatan Melawan Hukum dalam gugatan jika yang terjadi in konkreto secara realistis adalah wanprestasi;
  • Atau tidak tepat jika gugatan mendalilkan wanprestasi, sedangkan peristiwa hukum yang terjadi secara objektif ialah Perbuatan Melawan Hukum;
  • Akan tetapi, dimungkinkan menggabungkan atau mengkumulasikan keduanya dalam satu gugatan, dengan syarat harus tegas pemisahannya. Misalnya A dan B mengadakan perjanjian sewa menyewa secara tertulis yang terakhir pada tanggal 1 Januari 2000. Dalam kasus tersebut bisa melekat wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. Umpamanya, A ingkar janji menyerahkan objek sewaan kepada B 1 Januari, dan terus menempatinya sampai 2003. Dalam kasus tersebut dapat digabungkan gugatan wanprestasi (tidak menyerahkan 1 Januari 2000) dan Perbuatan Melawan Hukum (menempati tanpa hak

Baca juga artikel ini:

  1. Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
  2. SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
  3. Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
  4. Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
  5. Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
  6. Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
  7. Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata

EKSEPSI HUKUM MATERIIL (Materiele Exceptie)

Cara mengajukan Eksepsi ini sama dengan eksepsi prosesual yang tunduk pada Pasal 136 HIR, Pasal 114 Reglement op de Rechtsvordering (Rv), yaitu pada jawaban pertama, bersama-sama dengan bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale), dan apabila pengajuan dilakukan tergugat di luar ketentuan itu, eksepsi gugur, dan hakim tidak perlu menilai dan mempertimbangkannya.

Cara penyelesaian Eksepsi ini, merujuk pada Pasal 136 HIR, yaitu; Diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara; Tidak diperiksa dan dipertimbangkan secara terpisah dengan pokok perkara; dan Oleh karena itu, penyelesaian eksepsi materiil, tidak berbentuk putusan sela, tetapi langsung sebagai satu kesatuan dengan putusan pokok perkara dalam bentuk putusan akhir.

Adapun jenis-jenis Eksepsi Materiil (Materiele Exceptie) terdiri dari:

A. Exceptie dilatoria

Disebut juga dilatoria exeptie, yang berarti:

  1. Gugatan penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan, karena masih prematur, dalam arti gugatan yang diajukan masih terlampau dini;
  2. Sifat atau keadaan prematur melekat pada:
  • Batas waktu untuk menggugat sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian, belum sampai, atau
  • Batas waktu untuk menggugat belum sampai, karena telah dibuat penundaan pembayaran oleh kreditur atau berdasarkan kesepakatan antara kreditur dan debitur.

Tertundanya pengajuan gugatan disebabkan adanya faktor yang menangguhkan, sehingga permasalahan yang hendak digugat belum terbuka waktunya. Misalnya, ahli waris yang menggugat pembagian harta warisan, padahal pewaris masih hidup. Begitu juga halnya dengan tuntutan pembayaran utang yang tertunda oleh faktor syarat perjanjian. Misalnya utang yang dituntut belum jatuh tempo. Dalam keadaan demikian gugatan dianggap Prematur.

B. Exeptio Peremptoria

Eksepsi ini berisi sangkalan, yang dapat menyingkirkan (set aside) gugatan karena masalah yang digugat tidak dapat diperkarakan. Umpamanya, apa yang digugat bersumber dari perjanjian yang telah hapus berdasarkan Pasal 1381 KUH Perdata. Misalnya, permasalahan yang digugat telah dibayar, dikonsinyasi, diinovasi, dikompensasi, dan sebagainya. Atau apa yang digugat telah dieksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR.

Bentuk Exeptio Peremtoria (peremtoir exceptie), antara lain terdiri dari:

  1. Exceptio temporis (eksepsi daluwarsa)

Menurut Pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu (expiration) selain menjadi dasar hukum untuk memperoleh sesuatu, juga menjadi landasan hukum untuk membebaskan (release) seseorang dari suatu perikatan setelah lewat jangka waktu tertentu.

  1. Exceptio non pecuniae numeratae

Eksepsi yang berisi sangkalan tergugat (tertagih), bahwa uang yang dijanjikan untuk dibayar kembali, tidak pernah diterima (he had never received). Akan tetapi, eksepsi tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan atau keberhasilan tergugat membuktikan bahwa uang yang disebut dalam perjanjian tidak pernah diterimanya. Apabila tergugat tidak mampu membuktikan, eksepsinyab pun ditolak.

  1. Exceptio doli mali

Eksepsi ini sama dengan exceptio doli presentis, yaitu keberatan mengenai penipuan yang dilakukan dalam perjanjian. Jadi merupakan eksepsi yang menyatakan penggugat telah menggunakan tipu daya dalam membuat perjanjian. Dengan demikian Eksepsi ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 1328 KUH Perdata, yang mengatakan:

  • Penipuan merupakan salah satu alasan untuk membatalkan persetujuan;
  • Akan tetapi agar hal itu dapat dijadikan alasan, tipu muslihat yang dilakukan harus sedemikian rupa, sehingga terang dan nyata pihak tergugat tidak akan membuat perjanjian itu tanpa dilakukannya tipu muslihat oleh penggugat.
  1. Exceptio metus

Disebut juga exceptio metus causa, yaitu gugatan yang diajukan penggugat bersumber dari perjanjian yang mengandung paksaan (dwang) atau compulsion (duress).

Eksepsi ini berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 1323 KUH Perdata yang menegaskan:

  • Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat persetujuan, merupakan alasan batalnya perjanjian, meskipun hal itu dilakukan oleh pihak ketiga asal untuk kepentingan orang yang membuat perjanjian;
  • Akan tetapi, menurut Pasal 1324 KUH Perdata, suatu paksaan baru dapat dibenarkan menjadi dasar membatalkan perjanjian, apabila paksaan tersebut sedemikian rupanya, sehingga menimbulkan ketakutan bagi orang yang berfikir sehat, bahwa dirinya, atau harta kekayaannya terancam.
  1. Exceptio non adimoleti contractus

Eksepsi ini dapat diajukan dan diterapkan dalam perjanjian timbal balik. Masing-masing dibebani kewajiban (obligation) untuk memenuhi prestasi secara timbal balik. Pada perjanjian seperti itu, seseorang tidak berhak menggugat, apabila dia sendiri tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya dalam perjanjian. Misalnya, apabila penjual sendiri yang lebih dahulu wanprestasi dari pembeli, penjual tidak berhak menuntut pembeli memenuhi prestasi yang diwajibkan kepadanya.

  1. Exceptio domini

Eksepsi ini merupakan tangkisan yang diajukan tergugat terhadap gugatan yang berisi bantahan yang menyatakan objek barang yang digugat bukan milik penggugat, tetapi milik orang lain atau milik tergugat.

  1. Exceptio litis pendentis

Sengketa yang digugat penggugat, sama dengan perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan. Disebut juga eksepsi sub-judice yang berarti gugatan yang diajukan masih tergantung (aanhangig) atau masing berlangsung atau sedang berjalan pemeriksaannya di pengadilan (under judicial consideration). Misalnya, sengketa yang digugat sama dengan perkara yang sedang diperiksa dalam tingkat banding, kasasi, atau sedang diproses dalam lingkungan peradilan.

Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”:

  1. KABAR GEMBIRA TELAH DIBUKA: PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT (PKPA) ANGKATAN IX ANGKATAN 2020 DPC PERADI BANDUNG BEKERJASAMA DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
  2. Nikson Kennedy Marpaung, S.H, M.H, CLA
  3. LIDOIWANTO SIMBOLON, SH
  4. Priston Tampubolon, S.H
  5. INILAH DAFTAR ALAMAT DPC PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI) SELURUH INDONESIA
  6. SEJARAH HUKUM PIDANA INDONESIA
  7. Inilah Biografi Lengkap 7 Presiden Republik Indonesia Dari Dari Indonesia Merdeka Hingga Saat Ini
  8. Kabar Gembira, Ayo Ikuti Webinar Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Bandung
  9. Ulasan Lengkap Tentang Dasar Hukum Pengangguhan Penahanan
  10. Profil Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan
  11. Perlindungan Hak Asasi Manusia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Intelijen Republik Indonesia
  12. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Bagi Tenaga Kerja Indonesia Di Negara Penerima Kerja
  13. Bagaimana Cara Mendirikan PT (Persero)
  14. Ketentuan-Ketentuan Hukum Dalam Bahasa Inggris
  15. Sejarah KUHP Di Indonesia
  16. TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN
  17. TUJUAN HUKUM PIDANA
  18. MACAM-MACAM SANKSI PIDANA DAN PENJELASANNYA
  19. MENGENAL BUDAYA BATAK, DALIHAN NA TOLU DAN PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PERKAWINANNYA
  20. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
  21. ADVOKAT ADALAH PENEGAK HUKUM, APA KATA HUKUM ???
  22. APA SAJA HAK – HAK ANDA DAN APA SAJA MEMBERI HUKUM YANG DILALUI KETIKA MENGHADAPI MASALAH HUKUM DALAM PERKARA PIDANA BAIK DI KEPOLISAN, KEJAKSAAN, PENGADILAN NEGERI, PENGADILAN TINGGI DAN MAHKAMAH AGUNG
  23. BIDANG PERLINDUNGAN & PEMBELAAN PROFESI ADVOKAT DPC PERADI BANDUNG
  24. Rekomendasi Objek Wisata Terbaik Di Provinsi Jawa Barat
  25. Profil Purnawirawan Walikota TNI AD Muhammad Saleh Karaeng Sila
  26. Dampak Covid-19 Bagi Perusahaan Dan Imbasnya Bagi Karyawan
  27. Penasaran, Apa Sih Arti Normal Baru Dalam Pandemi Copid-19
  28. Info Kantor Hukum Kota Bandung & Cimahi
  29. TUJUAN PEMIDANAAN DAN TEROI-TEORI PEMINDANAAN
  30. TEORI-TEORI PEMIDANAAN
  31. Informasi Daftar Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Seluruh Indonesia
  32. 8 Pengacara Batak Paling Terkenal di Indonesia Yang Bisa Dijadikan Inspirasi
  33. Dafar Nama Perusahaan Di Kota Bandung
  34. DAFTAR PUSAT BANTUAN HUKUM PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA SELURUH INDONESIA
  35. Daftar Kantor Pengacara Di Bandung
  36. Daftar Nama dan Alamat Perusahaan BUMN di Bandung dan Jakarta
  37. Bagaimana Proses dan Perbaikan Penyelesaian Perkara Pada Tingkat Penyelidikan dan Penyidikan Dikepolisian?
  38. Upaya Hukum Terhadap Sertifikat Yang Tidak Dapat Diserahkan Bank atau pengembang Kepada Pemegang Cessie Yang Baru.
  39. Bagaimana Cara Pengajuan Penundaan Pembayaran dan Keringanan Hutang Ditengah Pandemi Covid-19
  40. Cara dan Prosedur Melaporkan Tindak Pidana Di Kepolisian
  41. Apakah Suatu Ketentuan Hukum Boleh Bertentangan Dengan Hukum Diatasnya? Bagaimana Jenis Dan Hierarki Peraturan Perundang-Undang Di Indonesia?
  42. RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Harus Lindungi Hak-Hak Pekerja / Buruh
  43. Apa Syarat Agar Dapat Diterima Perusahaan Pailit?
  44. Cara Membedakan Penipuan dan Penggelapan
  45. SEMA NO. 02 TAHUN 2020 MENGENAI LARANGAN MEREKAM DAN PENGAMBILAN FOTO DI RUANG SIDANG PENGADILAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM
  46. Bagaimana Tata Cara Mendirikan Perusahaan
  47. Apakah Rakyat Berhak Melakukan Penambangan Menurut Hukum?
  48. Bolekah Pemegang Izin Usaha Pertambangan Emas dan Batubara Diberikan Hak Atas Tanah?
  49. Cara meminta pembatalan Surat Keuputsan TUN Berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
  50. Cek Kosong Apakah Pidana Atau Perdata

Sumber : Buku dengan judul “Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan” karangan M. Yahya Harahap, S.H.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *