Lawyer Andri Marpaung, S.H.: Pentingnya Memahami Tenggang Waktu (Tempus Delicti) Dalam Penanganan Pembebasan Harta Kekayaan Yang Diduga Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)
Berita Terbaru “Law Firm Dr. iur. Liona N. Supriatna, S.H, M.Hum. – Andri Marpaung, S.H. & Partner’s ”: Pencucian uang secara sederhadana didefinisikan adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (1) berbunyi:
Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pengalaman Lawyer Andri Marpaung, S.H. dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) menurutnya sebagai Praktisi Hukum pentingnya memahami Tempus Delicti, yaitu berdasarkan tenggang waktu terjadinya tindak pidana awal, tenggang waktu tersebut sangat menentukan apakah suatu harta kekayaan yang diperoleh dalam perkara tindak pidana awal merupakan patut diduga hasil tindak pidana pencucian uang atau bukan, karena kalau aset diperoleh sebelum tindak pidana awal, maka harta kekayaan tersebut menurut Lawyer Andri Marpaung, S.H. dipastikan bukanlah hasil tindak pidana pencucian uang, dengan demikian apabila aset disita, maka harus dikembalikan kepada Terdakwa. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan pada saat Konferensi Pers “Dalam perkara TPPU, jaksa harus melihat tenggang waktu perbuatan tindak pidana dan tindak pidana awal,” kata Andri Marpaung, kuasa hukum Terdakwa perkara TPPU”. www.Newsdetik.com (Rabu, 04 Desember 2019). Baca artikel detiknews, “Kasus TPPU, Big Bos Miras: Jangan Sita Harta Saya” selengkapnya https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4809840/kasus-tppu-big-bos-miras-jangan-sita-harta-saya.
“Bahwa namun demikian terhadap barang bukti yang diperoleh Para Terdakwa sebelum Tahun 2014 tidaklah adil apabila dirampas, oleh karena perolehan barang bukti tersebut tidak berhubungan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Para Terdakwa sehingga oleh karenanya terhadap status barang bukti perlu diperbaiki sebagaimana amar putusan ini”.
Bahwa dengan pemahaman mengenai Tempus delicti yang disampaikan oleh Lawyer Andri Marpaung, S.H. sehingga aset yang disita berhasil diperjuangkan dan dikembalikan kepada Terdakwa. Selanjutnya berdasarkan pengalaman dalam penanganan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Lawyer Andri Marpaung, S.H. ada beberapa jenis tindak pidana pencucian uang yang harus diketahui, yaitu:
Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai Pasal 3, berbunyi:“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai Pasal 4, berbunyi: “Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).“
Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai Pasal 5 Ayat (1), berbunyi: “Setiap orang yang menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar.“
Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai Pasal 10, berbunyi: “Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.”
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (Pasal 1 angka 1 UU 8 Tahun 2010). Unsur-unsur dimaksud yaitu Setiap Orang/Korporasi yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan (Pasal 3 jo Pasal 6).
Selanjutnya adapun beberapa hasil tindak pidana dari Pencucian Uang mengacu Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai Pasal 2 Ayat (1), berbunyi: “Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, yaitu:
a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Ada pun proses pencucian uang ini memiliki tiga tahapan sebagai berikut:
Placement: Pada tahap ini, pelaku menyisipkan uang kotor itu ke lembaga keuangan yang sah. Hal ini sering dalam bentuk setoran tunai bank. Ini adalah tahap paling mengerikan dari proses pencucian karena melibatkan sejumlah besar uang tunai yang cukup mencolok dan bank diwajibkan untuk melaporkan transaksi bernilai tinggi.
Layering: Tahap ini melibatkan pengiriman uang melalui berbagai transaksi keuangan untuk mengubah wujudnya dan membuatnya sulit diikuti. Layering dapat terdiri dari beberapa transfer bank ke bank, transfer kawat antara akun yang berbeda dengan nama yang berbeda di berbagai negara, membuat simpanan dan penarikan untuk terus mengubah jumlah uang di akun, mengubah mata uang uang, dan membeli barang bernilai tinggi seperti kapal, rumah, mobil, atau berlian untuk mengubah bentuk uang. Ini adalah langkah paling rumit dalam skema pencucian uang dan ini semua merupakan upaya agar uang hasil kejahatan tersebut sulit dilacak asal dan tujuannya.
Integrasi: Merupakan tahap menyatukan kembali uang-uang kotor tersebut setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di atas, yang untuk selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal. Dengan cara ini akan tampak bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ilegal sebelumnya, dan dalam tahap inilah kemudian uang kotor itu telah tercuci. Sampai tahap ini, uang masuk kembali ke ekonomi arus utama dalam bentuk yang tampak sah, tampaknya berasal dari transaksi legal.
Dasar Hukum: Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang